Selasa, 24 Juni 2014

Keblingernya Pembenaran Dalam Budaya Anti Kritik


Bismillah …
Awalnya tidak ada keinginan dari saya menulis di blog untuk merespon ucapan Pak Jokowi tentang “panggil programmer, 2 minggu selesai” dalam debat perdana capres-cawapres. Karena saya yang cukup lama bergelut di dunia pembangunan aplikasi e-Government, meng-apresiasi program Pak Jokowi tentang sistem informasi untuk pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah. Namun, alangkah sedih rasanya ketika membaca sebuah berita online tentang Kelompok Pendukung Jokowi yang berusaha melakukan pembenaran atas ucapan capres-nya tersebut. Karyanya cukup positif, namun cara penyampaian tujuan karyanya ke publik saya rasa menyesatkan. Disadari atau tidak, ini sama dengan membangun budaya anti kritik. Oleh karena itu, saya tergelitik untuk meluruskannya dalam blog ini.
Sila simak baik-baik berita di bawah ini:
Buktikan Janji Jokowi Bidang IT, Aplikasi Smartphone Diluncurkan. [Liputan6, 12/6/2014]
Sebagian kutipan dalam berita tersebut:
Pada debat perdana capres dan cawapres Senin 9 Juni lalu, capres Joko Widodo menyatakan, proyek IT untuk program pemerintah dapat diselesaikan dalam waktu 2 minggu oleh programmer. Hal ini berusaha dibuktikan oleh relawan Jokowi-JK yang tergabung dalam Rumah Koalisi Indonesia Hebat, dengan membuat sebuah aplikasi dalam waktu 24 jam. Hasilnya, sebuah aplikasi mobile bernama ‘Joko Widodo RI-1′ kini tersedia di Apple AppStore.

Aplikasi itu disediakan untuk warga yang ingin mengenal figur Jokowi. Aplikasi itu berisi referensi multimedia, fitur aspirasi, dan quiz. Salah satu fitur yang menarik adalah fitur ‘Your Voice’, untuk menyampaikan aspirasi harapan warga apabila Jokowi terpilih sebagai presiden dalam pilpres 9 Juli nanti.

Bagaimana menurut Anda? :)

Saya yakin mereka yang bergelut di bidang pemrograman, yang membuat aplikasi tersebut paham apa itu e-Government. Mereka orang yang teredukasi. Namun, bila kemudian menganggap aplikasi mobile tersebut adalah e-Government itu sama dengan keblinger demi sebuah pembenaran. Mereka pasti tahu bahwa e-Government itu banyak ruang lingkupnya terkait dengan proses interaksi pelayanan publik dan transparansinya. Semoga mereka sadar untuk tidak terbiasa memanfaatkan keawaman publik demi tujuan politik.
Tim Rumah Koalisi Indonesia Hebat akan sangat bijak bila dalam me-launching aplikasi mobile ‘Joko Widodo RI-1′ itu tanpa embel-embel: “membuktikan janji Jokowi bidang IT”. STOP pembodohan publik!
E-government adalah penggunaan teknologi digital untuk mentransformasi kegiatan pemerintah yang bertujuan meningkatkan efektivitas, efisiensi, kenyamanan, serta aksesibilitas yang lebih baik atas pelayanan publik. Sehingga manfaat yang didapat antara lain:
  1. Meningkatkan pelayanan pemerintah kepada warganya.
  2. Mempercepat proses pelaporan saat dibutuhkan oleh setiap pengambil keputusan.
  3. Meningkatkan akurasi data dan relevansi informasi.
  4. Meningkatkan interaksi dengan dunia usaha.
  5. Meningkatkan transparansi pelaksanaan tugas pemerintahan.
  6. Meningkatkan efektifitas administrasi sehingga berpeluang dalam meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah).
  7. Memberdayakan masyarakat melalui distribusi informasi dan transparansi.
  8. Tersedianya database provinsi / kabupaten / kota yang up to date.
Nah… apakah aplikasi yang dibuat oleh Rumah Koalisi Indonesia Hebat tersebut mampu menjawab manfaat-manfaat tersebut di atas?
Saya yakin… Tidak. Karena aplikasi tersebut hanya fitur informasi capres. Maka tidak layak menyampaikan informasi ke publik bahwa mereka telahmembuktikan janji Jokowi di Bidang IT, karena ruang lingkupnya beda jauh dengan yang dipaparkan Pak Jokowi dalam debat capres.
Saat debat perdana capres-cawapres, alangkah bijak bila Pak Jokowi tidak menyebut soal “panggil programmer, 2 minggu selesai”. Saya memakluminya, mungkin saja beliau terpeleset ucapan karena saking semangatnya, atau nervous disaksikan banyak orang, atau karena faktor ini.
Baiklah, yang melewatkan debat perdana capres dan cawapres, silakan simak video singkat di bawah ini:


Dalam debat perdana tersebut, Pak Jokowi menyampaikan bahwa e-government, terdiri dari e-procurement, e-budgeting, e-catalog dan e-audit sudah diterapkan semuanya di Pemda DKI. Yang memahami betapa pentingnya proses otomasi dan transparansi di lembaga pemerintahan, pasti akan mengapresiasi langkah ini.
Namun, sejatinya Pemprov DKI masih mempunyai PR besar dalam penerapannya hingga saat ini. Mari kita evaluasi satu per satu sistem informasi yang disebutkan Pak Jokowi dalam debat perdana tersebut:
  1. e-BudgetingPR besarnya: Anggaran Ganda pada APBD tahun 2014 mencapai 6 Triliun [Kompas], bahkan bisa saja bertambah besar, diprediksi mencapai 10 Triliun. [Gatra].
  2. e-ProcurementPR besarnya: Kasus Mark Up Pengadaan Bus Transjakarta senilai Rp 1,5 Triliun yang dinilai lemah dalam proses pengadaannya, dimana ada kawan separtai Pak Jokowi dan menjadi timsesnya turut bermain. [Tempo].
  3. e-CatalogPR besarnya: Serapan anggaran Pemprov DKI hingga 16 Mei 2014 baru mencapai 8 persen. Maka penggunaan sistem online ini harus segera di-evaluasi, mengapa sampai dirasa menghambat proses lelang proyek terkait program kerja pemprov DKI Jakarta. [Tempo].
  4. e-Audit. Pemprov DKI Jakarta mendapatkan pengakuan dari BPK sebagai provinsi pertama di Indonesia yang menggunakan transaksi keuangan berbasis electronic audit (e-Audit). Hal ini memudahkan BPK dalam memantau segala bentuk penggunaan anggaran, sehingga akan tercipta transparansi penggunaan anggaran. PR besarnya: Pemprov DKI sampai saat ini belum juga memajang rincian APBD DKI Jakarta 2014. Padahal APBD sudah disetujui DPRD DKI Jakarta pada tanggal 22 Januari 2014 lalu. Dan ICW pun sudah mengingatkannya bulan Mei lalu.[Viva News].
Itulah PR besar sebagian dari program e-Government di Pemprov DKI Jakarta, sebagai bukti bahwa sesungguhnya secara implementasi belum sempurna mencegah penyimpangan proses pengelolaan pemerintah daerah tersebut. Perlu manajemen pengawasan dan disiplin eksekusi yang baik agar semua pihak merasakan manfaat dari program e-Government. Adalah terlalu prematur bila masih ada PR besar itu disebut sebagai keberhasilan implementasi, apalagi sampai menggampangkan bahwa urusan bisa kelar dalam 2 minggu oleh programmer. Karena faktanya belum pernah ada aplikasi e-Government yang dibangun dalam waktu 2 minggu.
Selain 4 program / sistem informasi di atas, masih banyak program lainnya dalam lingkup e-Government, seperti e-Filing pembayaran pajak, e-KTP, e-SAMSAT, dll sesuai jenisnya apakah Government-to-Citizen (G2C), Government-to-Business (G2B), atau Government-to-Government (G2G). Dari sini saja terlihat bahwa, e-Government itu untuk sistem yang mencakup seluruh aspek di Indonesia, dan harus terintegrasi satu sama lain dan dapat disaksikan seluruh masyarakat secara transparan dan real time.
.
Lantas, berapa lama idealnya selesai membangun aplikasi e-Government?
Begini … seandainya Anda di posisi Project Manager, coba bikin simulasi work breakdown structure untuk langkah-langkah proyek berikut ini.
Pertama:
Memastikan bahwa dokumen user requirement sudah lengkap dan ditandatangani pejabat negara yang berkepentingan. User requirement itu biasanya dituangkan dalam bentuk Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Kedua:
Karena e-Government bukan proyek ecek-ecek, maka bentuklah tim dengan SDM yang terbaik untuk menghasilkan aplikasi dengan kualitas terbaik, yang terdiri dari:
- Tim Process Analyst: menyiapkan Business Process & System Analysis;
- Tim Analyst: DataBase dan System Analyst;
- Tim Designer: Web dan User Interface Designer;
- Tim Copy Writer: untuk merancang keterangan, error message, dan respon yang akan diterima pengguna, sehingga mudah dipahami;
- Tim Developer: Web dan DataBase Developer;
- Tim Tester: Functional, Integrator, Security, Stress, Regression, dan Unit Tester;
- Tim Administrator: DataBase, System dan Network Administrator;
- Tim User untuk usability testing.
Besarnya tim tergantung Cost (biaya development), Time (target penyelesaian), and Scope (lingkup sistem yang akan didevelop).
Ketiga:
Memastikan kesiapan infrastruktur kebutuhan internal yang meliputi software dan hardware. Jaringan antar PC, server, baik untuk developer, tester, sampai ke user, sudah tersetup. Semua sistem pendukung sudah terinstal. Termasuk teknologi untuk disaster recovery system.
Kemudian juga memastikan kesiapan infrastruktur kebutuhan eksternal (pihak pengguna). Jangan sampai aplikasi yang dibangun tidak bisa jalan dengan baik di sisi pengguna. Di sinilah perlunya System Architecture yang benar-benar jelas. Idealnya mempunyai data center sendiri dengan server-server yang mampu menangani proses transaksi data besar.
Keempat:
Tim Process Analyst dalam menyiapkan Business Process & System Analysis (BPSA) harus benar-benar lengkap dalam menjabarkan user requirementsebelum diserahkan kepada Tim Developer (programmer), yang mencakup:
- Mock up (desain tampilan yang akan digunakan oleh pengguna);
- Desain input / entry yang akan dipakai (tipe data, korelasi antar input, besar maksimum input);
- Desain format report yang akan digunakan / dikeluarkan oleh sistem;
- Technical Requirement seperti maksimum waktu loading page, transaksi per detik yang harus bisa ditangani, sistem yang akan terkoneksi dengan sistem yang akan dibangun – plus metode koneksi dan spesifikasi komunikasinya. Ini penting, sebab sistem harus mampu menghandle file (mengelola big data) yang sudah kebanyakan agar tidak lemot saat di-akses.
Dalam proses ini, tim process analyst akan sering berdiskusi dengan pejabat pengguna (user) tentang kondisi saat ini dan kondisi ideal yang akan dibangun. Serta memastikan dasar hukum atau regulasi yang berlaku telah diadopsi dalam rancangan aplikasi tersebut. Segala bentuk laporan cetak dari hasil proses kerja user dikumpulkan oleh tim. Dan yang penting lainnya, menginventarisir masalah-masalah yang dialami user dalam prakteknya (sebelum menggunakan aplikasi atau selama menggunakan aplikasi yang lama).
Kebanyakan produk gagal (tidak bisa dipakai di tengah jalan oleh pengguna) itu disebabkan karena Tim Process Analyst tidak mampu menggali lebih detail kebutuhan pengguna. Padahal programmer membangun aplikasi berdasarkan BPSA yang disusun Tim Process Analyst.
Proses keempat ini tentu butuh waktu yang cukup lama sampai benar-benar rancangan siap. Bila tidak lengkap dan detail, maka ini akan merepotkan programmer. Sekecil apapun perubahan, apalagi pada level tampilan, berpotensi menyebabkan perombakan besar-besaran di bagian back-end system.
Kelima:
Masing-masing programmer harus memegang dokumen BPSA yang sudah divalidasi. Kemudian men-develop modul satu per satu secara serial bila ada kaitan antar modul. Sedangkan yang tidak ada kaitan komponennya bisa dikerjakan secara paralel untuk menghemat waktu.
Selama proses pembangunan aplikasi, Tim Administrator harus standby / siap meng-handle bila terjadi error. Project Manager harus memantau proses development dan memberi masukan ketika ada kesulitan.
Proses kelima ini juga butuh waktu yang cukup panjang, tergantung banyaknya modul.
Keenam:
Tim Tester melakukan pengujian per modul. Setelah diuji, tester memberikan feedback ke programmer untuk dilakukan perbaikan. Bila perbaikan selesai, dilakukan pengujian kembali. Demikian seterusnya sampai benar-benar bug error di-eliminasi secara maksimal, karena nyatanya sulit bisa 100% free error.
Proses keenam juga butuh waktu sampai benar-benar modul-modul tersebut dinyatakan lulus uji dan siap dirilis ke User.
Ketujuh:
Pengujian oleh User. Setelah selesai dan lulus uji, minta user menandatangani form pengujian.
Proses ketujuh ini juga butuh waktu sampai benar-benar semua modul tersebut dinyatakan lulus uji. Kondisi pengujian oleh internal tentu berbeda dengan kondisi pengujian oleh user yang lebih memahami regulasi / kebijakan pemerintah dan apa maunya.
Itulah gambaran singkatnya pembangunan aplikasi, belum termasuk penyiapan modul bantuan, modul pelatihan, pelaksanan pelatihan kepada pengguna, hingga monitoring implementasi dan perbaikan.
Cukup jelas bahwa membangun e-government bukan hanya desain dan coding saja, tapi juga butuh analisis tiap daerah, tiap aspek, penyiapan sarana teknologi, apalagi untuk implementasi di pelosok apakah infrastruktur dan SDM-nya sudah siap. Ingat, kondisi geografis di Indonesia adalah tantangan besar dalam implementasi e-Government. Jadi, semua itu tidak cukup hanya dengan memanggil programmer, dibutuhkan juga orang non IT yang ahli di bidang yang menjadi ruang lingkup.
FOKUS-nya adalah bagaimana program e-Government tersebut bisa diimplementasikan dengan baik oleh user, sehingga bukan program asal jadi yang berpotensi tidak bisa dipakai.
Bukankah aplikasi e-Governement sudah lama ada, jadi gak perlu bikin dari awal, tinggal mengembangkan saja?
Betul, sudah lama ada.
Namun yang perlu Anda ketahui bahwa proses kerja di pemerintahan sifatnya dinamis tergantung peraturan yang baru atau kebijakan pemimpinnya, dengan demikian tentu diikuti dengan perubahan sistem informasi. Kalau perubahannya sedikit, tinggal kustomisasi program yang ada. Namun, tidak demikian bila ada perubahan peraturan yang signifikan, maka proses kustomisasi program akan dibutuhkan effort yang cukup besar pula. Coba deh tanyakan kepada banyak programmer, mana yang menurut mereka lebih sukai, mendevelop dari awal (scratch) atau mengembangkan aplikasi yang sudah ada?
Mayoritas akan menjawab lebih mudah bikin dari awal daripada ngulik/ngoprek sistem yang sudah ada. Mengapa bisa begitu? Cukup panjang bila dijelaskan faktor-faktornya di sini :)
Yang perlu dipahami bahwa teknologi pemrograman akan selalu up to date dari tahun ke tahun. Begitu juga style pemrograman tiap orang berbeda.
.
Tapi ini bisa menjadi menarik lho, bila Kemkominfo melalui ajang lomba INAICTA mau mencoba membuat tantangan bagaimana membuat proyek IT pemerintahan dalam waktu 2 minggu, dengan ruang lingkup aplikasi misalnya tentang transparansi pengelolaan anggaran daerah. Gambaran spesifikasi dari panitia lomba meski tidak detail, sedangkan peserta baru bisa membukanya saat dimulai pelaksanaan lomba. Untuk mendapatkan spesifikasi detailnya, peserta harus kreatif menggali informasi berdasarkan kebijakan / regulasi yang berlaku. Peserta diberi waktu hanya dua minggu untuk membangun aplikasi dengan memanfaatkan resources yang ada.
Kalau sudah terbukti ada pemenangnya, dimana aplikasinya bebas bug error, dan mampu menghasilkan data-data yang akurat dan stabil melalui berbagai pengujian ekstrim, ada alert untuk setiap bentuk penyimpangan, dll… maka barulah valid tentang ungkapan: “Panggil programmer, 2 minggu selesai”. Jangan lupa panggil MURI untuk mencatatkan rekor-nya.

Sumber : Iwan Yuliyanto

ARTIKEL TERKAIT:

0 komentar:

Posting Komentar

 

Laba Laba Kota. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com