Rabu, 25 Juni 2014

KOALISI 'PARA PENIPU': JOKOWI, JUSUF KALLA, MEGAWATI SP, MUHAIMIN DAN SURYA PALOH

1 komentar
Paradigma seorang munafiq itu jelas, indikasinya adalah berbicara berdusta, dipercaya rakyat berkhianat, dan kalau berjanji tidak memenuhi janjinya.
KOALISI 'PARA PENIPU
Sebagaimana sosok 5 orang pahlawan koalisi di PDIP yang menampung para pembohong. Diantaranya Surya Paloh, Muhaimin Iskandar, Jokowidodo, Jusuf Kalla, dan Megawati. Mereka adalah tokoh opurtunis yang menggayung bahtera kebohongan untuk meraih kekuasaan dengan berbagai cara.

Sebagai kendaraan menuju opurtunisme yang konseptual dalam hidupnya, banyak ujar kata yang dirangkai guna menarik simpati umat, seolah pembela umat, padahal hanya sekedar bergantung hidup dari umat yang menjadi kendaraan mereka menuju ambisi diri.
Surya Paloh Misalnya, lewat Nasdem, berkeliling daerah, seolah Nasdem adalah media social, guna menyelamatkan rakyat dari kesulitan ekonome. Dalam berbagai Wawancara ketua Nasdem Surya Paloh menyatakan dengan Tegas, bahwa Nasdem tak akan pernah berobah menjadi partai, menurutnya Nasdem hanya sebuah kendaraan menuju cita cita rakyat yang butuh bantuan dan perlindungan, terutama yang berkaitan dengan ekonome. Namun janji Surya Paloh bukan janji Gajah Mada, janji Surya Paloh janji seorang yang mengecewakan Hamengku Buwono , yang membuat Pangeran dari Yogyakarta itu keluar dari Nasdem, karena kecewa dengan sikap “Surya Paloh” yang membohonginya dengan menggiring Nasdem menjadi partai.
Muhaimin Iskandar yang pernah kisruh dengan Al Marhum Gus Dur, hingga beliau meninggal, masih tidak mengakui keberadaan Muhaimin Iskandar. Muhamin iskandar sebagai ketua PKB, tidak saja mengecewakan Gus Dur waktu itu, tetapi juga mengecewakan/memanfaatkan Rhoma Irama dan Mahfud MD yang menjadi tumbal kebohongan ketua PKB. Politik Taqiyah ala Syiah, habis manis sepah dibuang. Bahkan keluarga PKB versi Gus Dur hingga saat ini masih tak mau mengakui keberadaan seorang Muhaimin Iskandar, ini termasuk badut politik paling pandai beraksi.
Joko Widodo, pernah berjanji menjaga amanah Ibu Kota Jakarta, bahkan bersumpah atas nama “Allah” untuk menjadi Gubenur DKI, meskipun pernah meninggalkan luka membengkak dihati umat Islam, berkaitan dengan kota Solo, meninggalkan aib bagi umat Islam, “Solo” berada dibawa naungan Wali Kota Non Muslim. Dijakarta juga membawa aib bagi umat Islam, membawa seorang Ahok, seorang Kristen Orthodox yang masih lengket sikap sikap gerejani, banyak melakukan mutasi dari kalangan Islam, dan melelang jabatan lurah, sehingga menjebak banyak non muslim turut menyemput lelang tersebut, menjadi pilihan utama dan jembatan menuju kekuasaan kaum trinitas. Janji Joko Widodo pun di langgar [maklum sumpah politisi lebih bersifat taqiyah, dusta, apalagi diisukan Syiah oleh Istri Jalal, tokoh Taqiyah Indonesia]. Memang kata hadist seorang anak manusia itu akan dipertemukan dengan sahabatnya yang sealiran, aliran tukang bohong seperti “Jokowi “ sudah pasti koalisinya adalah para opurtunis politik, yang menjadikan media “Taqiyah” [Dusta] sebagai media mencapai tujuan.
Jusuf Kalla, ketika pemilu 2009 mengatakan dirinya akan pulang kampung, kembali mengurus bisnis, mengurus masjid, dan kembali mengurus perdamaian, jika dirinya kalah dalam ajang pemilihan presiden pada 8 Juli 2009, namun apadinya. Janji hanya sekedar janji, JK bahkan lupa dan menjadi ketua PMI dan kini rela menjadi cawapres dari Jokowi.
Megawati dengan batu tulisnya, terpaksan ditinggal hanya untuk mengkonsumsi dukungan rakyat, terpaksa melempar batu tulis itu, dan keluar dari lingkaran batu Tulis yang berisi dukungan terhadap Prabowo sebagai Presiden 2014. Perjanjian batu tulis, lebih mencerminkan sikap gombal PDIP yang gila jabatan, dan memasong demokrasi diatas kepentingan kelompok dan kepentingan pribadi. Perjanjian “batu tulis” merupakan sebuah “noda besar” PDIP yang memang sengaja ditnggal, hanya untuk meraih kedudukan semata, bahkan “koalisi” model PDIP itu termasuk “koalisi” numpang hidup saja, yang tidak memiliki pengaruh terhadap kepentingan bangsa dan negara. PDIP dibawah pimpinan Megawati SP selalu saja menyakiti dan menganulir kebutuhan umat Islam dan bangsa yang urgen, diantara; PDIP menolak UU Sikdiknas, UU Perbankan Syariah, UU Ekonomi Syariah, UU Jaminan Produk Halal, UU ITE yang mengatur kebebasan membuat pornografi di dunia maya, bahkan UU Anti Pornografi mereka tolak dengan WalkOut. PDIP berubah menjadi parpol anti kebenaran dan bertolak belakang dengan idiologi Pancasila bapaknya sendiri Ir. Soekarno. Contoh terkini adalah PDIP AllOut menghalangi menutupan lokalisasi Dolly di Surabaya.
#MELAWANLUPA
Ini membuktikan kalau Koalisi PDIP, NASDEM, PKB, HANURA adalah partainya orang orang opurtunis, yang melangkah di bumi pertiwi untuk meraih pencitraan ditengah rakyat, padahal selama PDIP berkuasa, tak ada karya yang menguntungkan bagi umat Islam, melainkan merenggangkan antar umat Islam.

Syarat Jokowi Jadi Capres RI

0 komentar
Hari – hari Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo selalu dipenuhi aktifitas politik, bukan pemerintahan atau pelayanan terhadap warga Jakarta yang telah memilihnya sebagai pemimpin pada Pilkada DKI Jakarta 2012 lalu.
Sejak dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 15 Oktober 2012 lalu, prioritas utama Joko Widodo alias Jokowi adalah sebagai berikut :
  1. Meningkatkan popularitas dan elektabilitasnya sebagai salah satu calon presiden yang akan bertarung dalam pilpres 9 Juli 2014. Semua cara dilakukan agar media – media bayaran, milik cukong dan mafia cina, termasuk media asing dapat bahan liputan mengenai Jokowi.
Semua program utama Pemda DKI Jakarta ditujukan dan disinkronkan untuk mempertahankan, meningkatkan dan mengejar popularitas Jokowi sebagai bakal capres.
Akibat dari penyusunan prioritas yang salah dan melanggar etika, hukum dan kepatutan ini, rakyat Jakarta mengalami kerugian besar, diantaranya : penurunan tingkat kualitas pelayanan birokrasi dan pemerintah daerah, penyerapan APBD DKI Jakarta anjlok ke titik terendah yang tidak pernah terjadi sebelumnya, yakni di bawah 70% saja.
Rencana peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) gagal diwujudkan, meski Pemda DKI telah menaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 20% sampai 140%. Seharusnya, PAD DKI Jakarta yang utamanya bersumber dari PBB, dapat meningkat di atas 30%.
Tingkat korupsi di lingkungan Pemda DKI Jakarta naik tajam. Sedikitnya sudah 24 PNS Pemda DKI Jakarta yang ditangkap aparat hukum karena sangkaan korupsi. Sebagian besar diantaranya adalah pejabat yang lulus dalam lelang jabatan yang dipromosikan Jokowi Ahok.
Sebagian besar program Dinas Pariwisata DKI Jakarta disinkronkan dengan maksud dan tujuan pribadi bersifat politis untuk mengejar popularitas Jokowi pribadi semata – mata, antara lain : Festival Keraton Sedunia (juga dituding ada muatan korupsi bermoduskan mark up Rp. 20 miliar), Jakarta Kuliner, Jakarta Karnaval dan seterusnya. Total anggaran Dinas Pariwisata DKI Jakarta tahun 2013 Rp. 603 miliar, 70% diantaranya untuk kegiatan tak jelas yang terkait dengan kepentingan Jokowi.
  1. Jokowi memprioritas tugas dan jabatannya selaku bakal calon presiden dengan meninggalkan kewajiban dan tanggung jawabnya selaku Gubernur Jakarta. Sibuk kampanye kemana – mana sampai ke Papua, seolah – olah pekerjaan sebagai gubernur adalah sampingan belaka dan waktu luangnya begitu banyak tersedia. Akibatnya, Jakarta terlantar, program kerja tak berjalan, serapan APBD rendah, korupsi meningkat, pertumbuhan ekonomi Jakarta menurun dari 6.53% pada tahun 2012 menjadi hanya 6.11% pada tahun 2013.
  2. Jokowi utamakan partai dan ambisi pribadi, melupakan amanah dan penderitaan rakyat Jakarta. Lupa bahwa dia dipilih untuk melayani rakyat Jakarta, bukan menjadi banci kamera, gila pemberitaan media, menghambur-hamburkan APBD yang dipungut dari keringat rakyat Jakarta, hanya untuk kepentingan pribadinya belaka. Jokowi adalah manusia tidak tahu diri, khianat dan selayaknya dikutuk menjadi batu, dipajang tubuhnya di lapangan monas agar dapat disaksikan jutaan rakyat Jakarta, sebagai simbol pemimpin penipu, munafik dan tak berguna.
  3. Jokowi memprioritaskan balas jasa kepada para cukong majikannya yang telah mengantarkannya menjadi gubernur Jakarta, dengan segala tipu daya dan selanjutnya akan menjadikannya sebagai calon presiden Indonesia. Balas jasa itu diberikan Jokowi melalui proyek – proyek pemda DKI, baik dibiayai dari APBD DKI maupun proyek non APBD.
Proyek pengadaan Bus Reguler dan Non Reguler Trans Jakarta senilai Rp. 1.5 triliun dia berikan kepada mantan timsesnya Michael Bimo Putranto. Alhamdulillah sukses dikorupsi mereka bersama – sama.
Proyek MRT dan Monorel diserahkannya kepada Edward Suryajaya yang telah menjadikannya walikota boneka, gubernur boneka dan nanti presiden boneka. Proyek MRT dan Monorel senilai belasan triliun rupiah itu, alhmdulillah tidak ada progresnya hingga sekarang alias mangkrak bin macet akibat Jokowi brengsek tak tahu diri dan tak tahu diuntung itu.
Cukuplan sudah korupsi videotron, renovasi pasar, hibah KONI, penjualan hotel Maliyawan, renovasi THR Sriwedari, pengadaan mobil dinas ESEMKA, korupsi anggaran perjalanan dinas, korupsi dana bansos, hibah BPPMKS dan seterusnya yang dilakukan Jokowi semasa jadi walikota Solo. Jangan terulang lagi di Jakarta dengan skala lebih luas dan kerugian negara yang jauh lebih besar.
Syarat Jokowi jadi calon presiden RI tidak banyak.
Syarat Jokowi jadi calon presiden RI hanya satu saja.
Syarat Jokowi jadi calon presiden RI adalah jika Jokowi sudah merasa mampu menipu dan nekad menganggap bodoh seluruh rakyat Indonesia !
sumber : yudisamara.com

KEDAULATAN RAKYAT UNTUK KEDAULATAN NEGARA

0 komentar

KEDAULATAN RAKYAT UNTUK KEDAULATAN NEGARA DAN KEDAULATAN ENERGI: REVISI PERJANJIAN INTERNASIONAL ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN NEGARA-NEGARA SEKUTU DENGAN BERAZASKAN KEDAULATAN RAKYAT YANG BERKEADILAN SOSIAL

Riyan Sumindar,
Lembaga Studi Teritorial
Latar Belakang
Membahas mengenai urusan energi, tampaknya saya tidak memiliki ruang yang memadai untuk memberikan penjelasan secara teknis operasional. Namun, dari perjalanan yang selama ini ditempuh, ada berbagai hal yang ingin disampaikan kepada publik, dimana banyak tabir yang menutup pemahaman kita semua, yang selama ini dianggap sebagai bagian dari permainan atau kepentingan kekuasaan yang dibungkus oleh selimut sejarah palsu. Semua catatan sejarah pada saat itu, ditulis berdasarkan kepentingan penguasa atau sekelompok orang-orang yang berkuasa, namun rakyat yang menjalani proses-proses sejarah tampaknya menulis di dalam sebuah catatan kecil, diperbincangkan di rumah-rumah, dibahas dalam pertemuan-pertemuan terbatas, dimana ada upaya untuk mencoba menggali, memahami, dan mempertemukan serpihan-serpihan dari berbagai sudut pandang rakyat pada umumnya.
Penguasa, atau orang-orang yang menjalankan kekuasaan baik itu di legislatif dan eksekutif, tampaknya lebih nyaman untuk melakukan segala sesuatu seperti biasanya (business as usual). Hampir seluruh birokrasi, anggota dewan baik di pusat maupun di daerah, tidak pernah mencoba memahami tujuan-tujuan Negara secara utuh, yang dilakukannya adalah hanya sebatas menjalankan perahu Negara Republik Indonesia ini sebisa-bisanya, tanpa ingin memaknai apa sesungguhnya yang ingin dicapai oleh Bangsa Indonesia ini.
Persoalan-persoalan kebangsaan yang tengah kita hadapi tampaknya semakin kompleks. Seluruh elemen anak-anak bangsa, sudah seharusnya mengambil peran-peran kenegarawanan yang saat ini hampir tidak tampak dalam pelbagai upaya penyelesaian persoalan kebangsaan ini.
Pemerintah Republik Indonesia, DPR-RI, MPR-RI, DPD-RI, berbagai Komisi Negara (Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemilihan Umum), Mahkamah Konstitusi, dan seluruh kementrian/badan Pemerintah, berusaha keras menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi rakyat yang sesungguhnya merupakan persoalan-persoalan yang tampak di permukaan saja, bukan menyelesaikan dasar persoalan bangsa.
Banyak hal yang telah dilakukan Pemerintah Republik Indonesia selama ini, upaya pengentasan kemiskinan, perbaikan kualitas pendidikan dan kesehatan, perbaikan kualitas pelayanan publik dan reformasi birokrasi, meningkatnya kesempatan kerja dan investasi di berbagai bidang, upaya pemberantasan korupsi, peningkatan transparansi anggaran, peningkatan kualitas dan kapasitas aparatur negara.
Di sisi lain, tampaknya berbagai hal yang belum dicapai antara lain belum meratanya tingkat kesejahteraan rakyat, masih banyak rakyat yang tidak mendapatkan akses air bersih, listrik, komunikasi, pendidikan dan kesehatan yang layak, ketimpangan pendapatan yang semakin melebar antara rakyat yang kaya dan miskin, ketimpangan keadilan bagi rakyat dan bagi pejabat publik, ketimpangan sosial dan budaya, dan masih banyak pekerjaan rumah bangsa Indonesia ini yang harus kita selesaikan bersama.
Persoalan Mendasar
Lembaga Studi Teritorial (LST) memandang selain persoalan-persoalan yang tampak di permukaan tadi, bahwa salah satu persoalan mendasar bangsa Indonesia ini adalah Republik Indonesia masih terikat dengan perjanjian-perjanjian internasional, khususnya dengan Negara-negara Sekutu.
LST memandang bahwa Ibu Pertiwi telah melahirkan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 yang dimakamkan disini sebagai tanah tumpah darah kita semua dan jiwa-jiwanya berada dalam dada setiap anak bangsa, tidak tergantikan oleh kemerdekaan semu berupa penyerahan kedaulatan pada sebuah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang merupakan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 27 Desember 1949.
Butir-butir kesepakatan KMB antara lain: 1) Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan RIS dalam konsep parlementer, khusus soal Irian Jaya akan dibahas dalam waktu 1 (satu) tahun; 2) RIS harus membayar sejumlah biaya akibat peperangan 1945-1949; 3) Tentara Belanda yang tidak kembali menjadi bagian tentara RIS, dimana jabatannya naik dua tingkat dan tentara Republik Indonesia diturunkan jabatannya dua tingkat. Pada tahun 1956, lahir UU No 13/56 yang menolak hasil KMB secara sepihak.
Pada November 1967, Suharto mengirim sebuah tim (yang kemudian disebut sebagai Mafia Berkeley) ke Genewa, Swiss, bertemu dengan para pemimpin Yahudi Internasional. Pemerintah Amerika Serikat menyebut prosesi kejatuhan Sukarno dan penempatan Suharto sebagai “The Biggest Gift”, yang hasilnya adalah Indonesia dibagi-bagi. The Time Life Corporation mensponsori pertemuan khusus ini, yang dilakukan selama tiga hari dalam mendesain “upaya pengambil-alihan Indonesia”.
Disertasi doktoral Brad Sampson dari Universitas Nortwestern, Amerika Serikat, yang mengeksplorasi fakta-fakta sejarah Indonesia dalam permulaan Orde Baru. John Pilger dalam bukunya The New Rulers of The World, mengutip pernyataan Sampson sebagai berikut:
“On November 1967, following to the catching of “The Biggest Gift” (US government’s term to the collapse of Bung Karno and replaced by Suharto), the results were divided. The Time Life Corporation sponsored a special conference in Geneva, Switzerland, which in only three days designed Indonesian’s take over.
The attendants were from the most influence capitalist in the world, people like David Rockefeller. All the western giant corporation were represented by bank and oil company, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel, ICI, Leman Brothers, Asian Development Bank, Chase Manhattan, etc.”
Across the table, there sat Suharto’s men—named by Rockefeller and other Jewish businessmen as corrupt Indonesian economist. In Geneva, Indonesian Team were known as The Berkeley Mafia as some of them given a scholarship from US government to study in California University in Berkeley. They came as a beggar conveying what their boss wanted. They offered the points from their nation and people; a cheap and abundant labor, plentiful resource and its spare, dan wide market.”
In the second day, the Indonesian economist had been divided into sectors. They divided into five sections; mining in one room, services in other room, minor industry in other room, banking and monetary in the next room; which was done by Chase Manhattan sitting with a delegation dictated policies which could be accepted by anther investors. These huge corporation leaders walks from one table to another, saying, ‘This is what we want, that is what we want, this, this, and this.” They basically designed a law infrastructure in investing their capital—which also surely gave them its benefits. I had never heard that sort of situation before, where global capitals sat with the representation from a self-governing country and designed condition terms to give freedom investment to their own region.”
Freeport got copper mount in West Papua (Henry Kissinger, American-Jewish businessman as Commissioner Board). A European consortium acquired Nickel in also West Papua. The giant Alcoa obtained the biggest from Indonesian bauxite. A group of American, Japan, and French company contracted tropical jungles in Kalimantan, Sumatera, and West Papua.”
Pada tahun 1967, lahir berbagai UU terkait penanaman modal asing, dimana Kontrak Karya Freeport dimulai pada 1967 melalui UU No 11 tahun 1967 tentang ketentuan pertambangan untuk masa 30 tahun. Belum genap 30 tahun, Kontrak Karya Freeport diperpanjang pada tahun 1991 yang berlaku untuk 30 tahun ke depan (pada 2021), dengan opsi perpanjangan dua kali masing-masing 10 tahun (atau maksimal pada 2041).
Potret ini hanya salah satu akar persoalan bangsa Indonesia, sesungguhnya kita masih terbelenggu oleh perjanjian-perjanjian pasca KMB, yang belum bisa dibebaskan sepenuhnya. Pertanyaannya sampai kapan kita sebagai bangsa merdeka tetapi sesungguhnya belum berdaulat penuh dalam hal pengelolaan sumberdaya alam yang superkaya ini. Rakyat kita tidak perlu miskin.
Presiden Republik Indonesia belum lama ini sudah mengajukan berbagai upaya untuk melakukan negosiasi dan revisi perjanjian-perjanjian internasional yang terkait Negara-negara sekutu. Namun hingga saat ini tidak ada realisasinya, Pemerintah RI akan berkilah bahwa kami sedang melakukan upaya-upaya yang seharusnya dilakukan, tetapi sesungguhnya Pemerintah RI saat ini tidak dapat sungguh-sungguh merealisasikan upaya revisi perjanjian-perjanjian tersebut. Persoalannya sederhana saja, Pemerintah RI saat ini tidak mendapat kepercayaan penuh dari rakyatnya dan tentu tidak mendapat kepercayaan dari Negara-negara sekutu. Belum lagi, tingkah laku para pejabat Negara dan para wakil rakyat di DPR yang semakin tidak mendapat simpati dari rakyat. Inilah saatnya kita, rakyat Indonesia kembali berdaulat.
Untuk itu kalau kita merujuk kembali kepada tujuan bernegara, tentunya sederhana saja yaitu Republik Indonesia ini merupakan Negara merdeka dan berdaulat yang didasari oleh kedaulatan rakyat. Dan Negara berkewajiban memberikan rasa aman pada rakyat, mensejahterakan rakyat.
Kedaulatan Rakyat untuk Kedaulatan Negara dan Kedaulatan Energi
Melihat perilaku elit politik kita, tampaknya kita sepakat bahwa sesungguhnya apa-apa yang dilakukan para pimpinan Negara baik di pusat dan di daerah sungguh tidak mencerminkan keberpihakan secara nyata kepentingan untuk mensejahterakan rakyat. Seluruh anggaran dimanipulasi baik dari sisi penerimaan dan belanja, seolah-olah dibuah untuk kepentingan rakyat, padahal di dalamnya terdapat kesepakatan-kesepakatan yang rakyat tidak pernah mengerti siapa penerima manfaat secara langsung porsi anggaran Negara itu. Desas desus secara terbuka, bahwa anggaran Negara sebagian dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan partai politik, dimana dalam berbagai kasus akhirnya terungkap peran sebagian pimpinan partai politik sedemikian, sehingga dapat mempengaruhi keputusan-keputusan di wilayah eksekutif.
Demokrasi yang dijalankan saat ini, memberikan ruang yang besar bagi rakyat untuk menentukan pimpinan-pimpinan yang dianggap representative untuk duduk sebagai anggota dewan baik di pusat maupun di daerah, demikian pula penyelenggaran pemilihan langsung Presiden/Wakil Presiden dan kepala daerah/wakil kepala daerah di tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota, dinilai sebagai suskes besar dari sisi partisipasi politik, dimana rakyat memberikan suaranya dalam setiap pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.
Namun persoalannya tidak berhenti disitu, persoalan kemudian muncul ketika para anggota dewan baik di pusat dan di daerah sama-sama tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang utuh mengenai status Negara Republik Indonesia ini, dikiranya Negara Republik Indonesia sudah benar-benar merdeka dan berdaulat. Apakah para pimpinan Negara ini sadar terhadap posisi Negara saat ini, siapa yang mengendalikan kebijakan yang sesungguhnya di Negara ini. Apakah sadar para pimpinan Negara ini termasuk TNI dan Polri, masih menunjukkan kebanggaan tatkala ada perintah atau pesanan dari isu-isu yang digulirkan para pimpinan Negara-negara asing di wilayah kita, termasuk isu terorisme, isu energi, isu pangan, isu moneter dan keuangan.
Semua itu disadari atau tidak merupakan belenggu aktif bagi kedaulatan rakyat Indonesia sesungguhnya. Para eksekutif di Negara ini seenaknya menentukan kuota impor beras, dengan membandingkan kebutuhan beras per kapita dan jumlah produksi padi secara nasional, ketika dilihat adanya kekurangan untuk memenuhi kebutuhan beras nasional, dengan mudahnya kita segera mengambil keputusan untuk melakukan impor beras. Demikian pula yang terjadi dengan impor daging, impor bahan pangan lainnya, dan hal ini juga terjadi pada urusan energi kita. Para pakar energi jelas-jelas mempresentasikan, bahwa cadangan migas kita kalau dikelola seperti ini tidak lebih dari 20 tahun akan habis, dan kita akan menjadi Negara pengimpor utama dari kebutuhan energi nasional. Apa yang terjadi jika itu sebagian besar anak-anak bangsa ini mengalami kekurangan energi, tentu kerusuhan akan terjadi dimana-mana. Apakah ini yang ingin dicapai oleh seluruh anak bangsa termasuk para pimpinan Negara, termasuk TNI dan Polri.
Para pemimpin bangsa ini apakah masih mampu mengelola Negara ini, atau memang tengah menjadi broker utama dari kepentingan korporasi internasional dan kepentingan Negara-negara sekutu. Sampai kapan kita sebagai rakyat yang berdaulat dapat mengelola kekayaan sumberdaya alam ini untuk sepenuhnya menjadi bagian dari upaya kemakmuran rakyat. Sampai kapanpun, ketika kita tidak melepaskan diri secara politik dari perjanjian-perjanjian internasional, yang mengikat secara hukum internasional, maka setiap menjadi pimpinan Negara biasanya akan disodorkan berbagai cetak biru perjanjian-perjanjian yang kita sendiri tidak bisa memutuskan secara sepihak, dibutuhkan kedaulatan rakyat yang utuh untuk dapat melepaskan seluruh belenggu yang mengikat Negara Republik Indonesia ini yang dapat diselesaikan secara politik tanpa pertumpahan darah.
Diperlukan kejujuran semua pihak, termasuk para pimpinan Negara baik di DPR, Presiden, dan pimpinan TNI dan Polri untuk jujur terhadap bangsa ini, untuk terbuka terhadap bangsa ini, untuk siap membuka tabir-tabir yang tertutup, agar bangsa ini benar-benar memahami dasar persoalan bangsa Indonesia ini, untuk menjadi bagian dari upaya membangun peradaban baru Indonesia dalam suasana kemerdekaan sejati Republik Indonesia yang dipenuhi oleh hati dan jiwa yang suci berasaskan kedaulatan rakyat dan berkeadilan sosial.***

Pembantaian Umat Islam Di Talangsari Oleh TNI Binaan Moerdani

0 komentar

PEMBANTAIAN KAUM MUSLIMIN DI TALANGSARI OLEH TNI BINAAN MOERDANI

~Januari Minggu II 1989~
Perpindahan sejumlah warga dari kota Solo, Boyolali, Sukoharjo, Jakarta dan beberapa tempat di Jawa Barat ke Dusun Cihideung, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Tengah.
~Rabu, 12 Januari 1989~
Lewat surat bernomor 25/LP/EBL/I/1989, Kepala Desa Rajabasa Lama, Amir Puspa Mega, setelah mendapat informasi dari Kadus Talangsari, Sukidi dan kaum melaporkan kegiatan jama’ah Talangsari yang disebutnya sebagai pengajian yang dipimpin Jayus dan Warsidi tanpa ada laporan ke pamong setempat ke Camat Way Jepara, Drs. Zulkifli Maliki.. Surat ditembuskan ke Danramil dan Kapolsek Way Jepara.
Hari itu juga Camat Way Jepara membalas surat Kades Rajabasa Lama lewat surat bernomor 451.48/078/09/331.1/1989 yang memerintahkan 3 hal, yaitu:
Kades agar menghadap Camat hari ini juga dengan membawa 4 orang yang anamanya tercantum dibawah ini.
Orang-orang tersebut adalah: Jayus, Warsidi, Mansur (Kaum setempat) dan Sukidi (Kadus Talangsari III).
Kades harus menghentikan dan melarang adanya kegiatan pengajian tersebut. Apalagi mendatangkan orang-orang dari luar daerah yang tidak diketahui/sepengetahuan pemerintah.
Surat yang akhirnya diantar oleh Sukidi tersebut juga ditembuskan kepada Danramil dan Kapolres Way Jepara.
~Jum’at, 20 Januari 1989~
Warsidi mengirim surat balasan yang isinya menjelaskan 3 hal:
Tidak bisa hadir dengan alasan kesibukan memeberi materi pengajian di beberapa tempat.
Memegang hadits yang berbunyi “Sebaik-baiknya umaro ialah yang mendatangi ulama dan seburuk-suruknya ulama yang mendatangi umaro.”
Mempersilahkan camat untuk datang mengecek langsung ke Cihideung agar lebih jelas.
~Sabtu, 21 Januari 1989~
Warsidi menjelaskan orang-orang yang datang ke Talang Sari kepada Camat, Kades Rajabasa Lama, Kadus Talangsari beserta staf pamong praja seluruhnya sekitar 7 orang yang pada saat itu datang meninjau lokasi transmigrasi di Talang Sari. Pertemuan yang berakhir dengan baik dan memenuhi keinginan yang dimaksud oleh kedua belah pihak, membicarakan konfirmasi camat soal surat balasan Warsidi dan ditutup dengan undangan camat kepada warsidi.
~Minggu, 22 Januari 1989~
Tengah malam, Sukidi, Serma Dahlan AR dan beberapa orang aparat keamanan mendatangi perkampungan, Sukidi dan Serka Dahlan yang bersenjata api masuk ke Musholla al Muhajirin tanpa membuka sepatu laras dan Serma Dahlan AR mencaci maki, mengumpat dengan perkataan “ajaran jama’ah itu bathil, menentang pemerintah, perkampungannya akan dihancurkan” bahkan mengacungkan senjata api dan menantang para jama’ah. Sekitar 10-an orang jama’ah yang antara lain terdiri dari Arifin, Sono, Marno, Diono, Usman berusaha menahan diri untuk tidak terpancing. Setengah jam kemudian melihat tidak ada respon dari jama’ah, kedua aparat tersebut pergi meninggalkan musholla.
~Kamis, 26 Januari 1989~
Kepala Desa Labuhan Ratu I melayangkan surat bernomor 700.41/LI/I/89 Camat Zulkifli soal Usman, anggota jama’ah Warsidi yang dianggap meresahkan pondok pesantren Al-Islam.
~Jum’at, 27 Januari 1989~
Camat Zulkifli mengirim surat bernomor 220/165/12/1989 kepada Danramil 41121 Way Jepara, Kapten Sutiman untuk meneliti Usman, Jayus dan Anwar yang dalam surat tersebut menurut mereka ketiga orang tersebut mengadakan kegiatan mengatasnamakan agama tanpa sepengetahuan pemerintah. Dalam surat yang ditembuskan ke Kapolsek dan Kepala KUA Way Jepara, Kades Labuhan Ratu I dan Rajabasa Lama
~Sabtu, 28 Januari 1989~
Kapt. Sutiman memerintahkan Kades Labuhan Ratu I, Kades Lanuhan Ratu Induk dan Kades Rajabasa Lama lewat surat bernomor B/313/I/1989 agar menghadapkan ketiga orang jama’ah tersebut pada hari Senen, 30 Januari 1989 atau selambat-lambatnya 1 Februari 1989. Surat yang ditembuskan kepada Dandim 0411 Metro, oloto pimpinan kecamatan Way Jepara dan Kepala KUA Way Jepara meminta Sukidi untuk menyerahkan daftar nama-nama jema’ah yang pernah dicatatnya bersama Bagian Tata Usaha Koramil 41121 Way Jepara.
~Minggu, 29 Januari 1989~
Jama’ah memperoleh informasi mengenai keputusan Muspika untuk menyerbu perkampungan jama’ah di Cihideung dari Imam Bakri, Roja’I suami ibu lurah Sakeh, salah seorang lurah yang mengikuti pertemuan tersebut. Informasi itu juga diterima jama’ah lainnya yaitu: Joko dan Dayat lewat salah seorang anggota Koramil 41121 Way Jepara yang mengingatkan bahwa dalam minggu-minggu ini perkampungan akan diserbu. Tak lama kemudian Jayus, salah seorang jama’ah menyaksikan Kepala desa Cihideung dan masyarakat yang berada disekitar perkampungan mengungsi karena tidak merasa melanggar peraturan, jama’ah tetap tinggal di Cihideung untuk menjaga kemungkinan yang tidak diinginkan, jama’ah melaksanakan ronda malam.
~Rabu, 1 Februari 1989~
Kades Rajabasa Lama mengirim surat dengan nomor 40/LP/RBL/1989 kepada Danramil 41121 Way Jepara, Kapt. Sutiman yang meminta untuk membubarkan pondok pesantren jama’ah dengan alasan pengajian gelap dan para anggota jama’ah telah menanti kedatangan aparat untuk memeriksa mereka dengan mempersiapkan bom Molotov. Surat tersebut ditembuskan kepada Kapolsek dan Camat Way Jepara.
Mendapat surat tersebut Kapt. Sutiman langsung menyurati Dandim 0411 Metro dengan nomor surat B/317/II/1989 yang isinya antara lain melaporkan informasi-informasi yang diterima, meminta petunjuk untuk mengambil tindakan dalam waktu dekat dan menyarankan agar menangkapi kesemua jema’ah pada waktu malam hari. Surat tersebut ditembuskan kepada Muspika Way Jepara, Danrem 043 Garuda Hitam di Tanjung Karang, Kakansospol TK II Lampung Tengah dan Kakandepag TK II Lampung Tengah.
~Kamis, 2 Februari 1989~
Camat Zulkifli menyampaikan informasi lewat surat bernomor 220/207/12/1989 kepada Bupati KDH TK II dan Kakansospol Lampung Tengah yang melaporkan seluruh perkembangan yang mereka dapatkan dan aksi kordinasi dengan Muspika Way Jepara untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya.
Pada saat yang sama di pondok Cihideung sekitar Pk 12.00 siang, ank e lelaki tak dikenal dengan ank –ciri fisik sangat kekar singgah di pondok. Orang tersebut mengaku habis melihat ladangnya di sekitar Gunung Balak lengkap dengan golok dan pakaian petani yang biasa ke ank e. Selama di perkampungan orang tersebut sempat makan dirumah Jayus, sholat dhuhur berjama’ah, mendengarkan ceramah di mushola Mujahidin dan bolak-balik dari ank e rumah Jayus-Mushola. Jama’ah menyambut baik tanpa rasa curiga.
~Minggu, 5 Februari 1989~
Sekitar pukul 23.45 – petugas yang terdiri dari Serma Dahlan AR (Ba Tuud Koramil 41121 Way Jepara), Kopda Abdurrahman, Ahmad Baherman (Pamong Desa), Sukidi (Kadus Talangsari III), Poniran (Ketua RW Talangsari III), Supar (Ketua RT Talangsari III) dibantu masyarakat yaitu, Kempul, Sogi dan 2 orang lainnya menyergap salah satu pos ronda jama’ah. 7 orang jama’ah yaitu: Sardan bin Sakip (15 th), Saroko bin Basir (16 th), Parman bin Bejo (19 th), Mujiono bin Sodik (16 th), Sidik bin Jafar (16 tahun), Joko dan Usman ditangkap, Joko terluka parah dihantam popor senjata. Tapi kemudian Joko dan Usman berhasil meloloskan diri.
Malam itu juga, Warsidi dan sekitar 20-an jama’ah berkumpul dan mengirim 11 orang jama’ah: Fadilah, Heriyanto, Tardi, Riyanto, Munjeni, Sugeng, Muchlis, Beni, Sodikin, Muadi dan Abadi Abdullah untuk membebaskan kelima orang jama’ah yang ditangkap.
~Senin, 6 Februari 1989~
Pukul 08.30 – Serma Dahlan AR menyerahkan ke lima orang tersebut ke Kodim 0411 Metro. Kemudian Kasdim Mayor Oloan Sinaga mengirim berita ke Muspika dan melapor ke Danrem 043 Gatam tentang rencana penyergapan lanjutan ke Cihideung.
Pukul 09.30 – Kasdim bersama 9 anggotanya antara lain Sertu Yatin, Sertu Maskhaironi, Koptu Muslim, Koptu Sumarsono, Koptu Taslim Basir, Koptu Subiyanto dan Pratu Kastanto (pengemudi jeep), Pratu Idrus dan Pratu Gede Sri Anta, tiba di Rajabasa Lama.
Muspika menyampaikan situasi dan keadaan di lokasi Talangsari III, Kasdim oloto petunjuk dan pengarahan kepada rombongan sebelum berangkat ke lokasi.
Sekitar Pukul 11.00 – Rombongan bersama Muspika, Kades Rajabasa Lama, Kadus Talangsari III dengan menggunakan 2 buah Jeep dan 5 buah sepeda motor Danramil Way jepara Kapten Sutiman, beserta 2 regu pasukannya, menyerbu Cihideung. Tanpa didahului dialog dan memberikan peringatan terlebih dahulu, mereka menembaki perkampungan pada saat jama’ah baru tiba dari sawah dan oloto. Penyerbuan diawali dengan tembakan 1 kali dari rombongan aparat. Kemudian disambut pekik takbir oleh jama’ah. Pekik takbir itu dibalas dengan tembakan beruntun oleh aparat. Melihat serbuan olotov, masyarakat yang masih berpakaian dan memegang alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, golok dan lain-lain berusaha mempertahankan diri. Dalam penyerbuan yang berlangsung sekitar setengah jam. Kapten Sutiman tewas, sertu Yatin cedera, Mayor Sinaga dan pasukannya kabur, Jeep dan 4 sepeda motor ditinggal dilokasi. Dipihak jama’ah, dua orang cedera berat. Ja’far tertembak dan jama’ah dari Jawa Barat cedera dibacok Sutiman yang membawa senjata api dan senjata tajam sekaligus.
Pukul 12.30 – Rombongan Sinaga sampai di Puskesmas untuk menyerahkan Sertu Yatin lalu melaporkan kejadian tersebut ke Korem 043 Gatam dan Polres Lampung Tengah.
Pukul 14.00 – Fadilah mewakili kelompok 11 melaporkan kegagalan upaya pembebasan 5 orang yang disergap karena kesiangan.
Fadilah kemudian diperintahkan Warsidi ke Zamzuri di Sidorejo untuk mengabarkan:
berita serbuan Danramil dan terbunuhnya Kapt. Sutiman;
Instruksi untuk membuat aksi yang dapat mengalihkan perhatian aparat agar mereka dapat mengungsi dan menyelamatkan diri dari kemungkinan adanya rencana penyerbuah lanjutan.
Pukul 15.00 – Wakapolres Lampung Tengah bersama anggotanya tiba di Rajabasa Lama.
Pukul 17.00 – Kasrem 043 Gatam, Letkol Purbani bersama anggotanya tiba di Rajabasa Lama dan memimpin pengintaian. Pada saat yang sama, Fadila tiba di Sidorejo.
Pukul 18.00 – Bupati Lampung Tengah Pudjono Pranyoto bersama rombongan tiba di Rajabasa Lama.
Pukul 18.30 – Danrem 043 Gatam, Kolonel Hendropriyono beserta pasukan tiba di Rajabasa Lama.
Pukul 20.30 – 11 orang jama’ah mencarter Bus Wasis untuk digunakan sebagai transportasi ke Metro. Didalam bus tersebut jama’ah menemukan Pratu budi Waluyo. Setelah terjadi dialog, Pratu Budi mengaku berasal dari Way Jepara. Karena dianggap termasuk orang yang menculik 5 orang jama’ah anggota TNI itu dibunuh. Mayatnya dibuang didaerah Wergen antara Panjang dan Sidorejo. Jema’ah juga mencederai supir dan kenek bus tersebut.
Pukul 24.00 – Riyanto melemparkan bom olotov ke kantor redaksi Lampung Pos yang memberitakan kasus secara tidak berimbang dan cenderung mendeskreditkan korban. Aksi tersebut juga memang diniatkan untuk mengalihkan perhatian aparat.
~Selasa, 7 Februari 1989~
Pukul 24.00 — Terdengar 2 kali suara tembakan dari arah Timur. Sugeng (jama’ah Jakarta) membalas sekali tembakan dengan pistol yang ditinggal tewas Kapt. Soetiman.
Pukul 03.00 — Salim seorang jama’ah yang melakukan ronda di pos sebelah selatan memergoki 2 orang tentara yang ingin mendekat ke lokasi jama’ah. Karena dipergoki kedua orang tentara tersebut melarikan diri.
Pukul 05.30 — Danrem 043 Garuda Hitam Kol. Hendropriyono bersama lebih dari satu batalion pasukan infantri dibantu beberapa Kompi Brimob, CPM dan Polisi setempat mengepung dan menyerbu perkampungan Cihideung dengan posisi tapal kuda. Dari arah Utara (Pakuan Aji), Selatan (Kelahang) & timur (Kebon Coklat, Rajabasa Lama). Sementara arah barat yang ditumbuhi pohon singkong dan jagung dibiarkan terbuka.
Pasukan yang dilengkapi senjata modern M-16, bom pembakar (napalm), granat dan dua buah helikopter yang membentengi arah barat. Melihat penyerbuan terencana dan besar-besaran, dan tidak ada jalan keluar bagi jama’ah untuk meyelamatkan diri, jama’ah hanya bisa membentengi diri dengan membekali senjata seadanya. Tanpa ada dialog dan peringatan, penyerangan dimulai.
Pukul 07.00 — Karena kekuatan yang tidak seimbang, pasukan yang dipimpin mantan menteri Transmigrasi berhasil menguasai perkampungan jama’ah dan memburu jama’ah. Dalam perburuan itu, aparat memaksa Ahmad (10 th) anak angkat Imam Bakri sebagai penunjuk tempat-tempat persembunyian dan orang yang disuruh masuk kedalam rumah-rumah yang dihuni oleh ratusan jema’ah yang kebanyakan terdiri dari wanita dan anak-anak. Setelah menggunakan Ahmad, aparat berhasil mengeluarkan paksa sekitar 20 orang ibu-ibu dan anak-anak dari pondok Jayus. Ibu Saudah, salah satu korban yang dikeluarkan paksa sudah melihat sekitar 80-an mayat yang bergelimpangan disana-sini hasil serangan aparat sejak pukul 05.30 tadi pagi.
Setelah dikumpulkan ke-20-an ibu-ibu dan anak-anak dipukul dan ditarik jilbabnya sambil dimaki-maki aparat “Ini istri-istri PKI”. Didepan jama’ah seorang tentara mengatakan “Perempuan dan anak-anak ini juga harus dihabisi, karena akan tumbuh lagi nantinya”.
Pukul 07.30 — Tentara mulai membakar pondok-pondok yang berisi ratusan jama’ah dan anak-anak rumah panggung. dengan memaksa Ahmad menyiramkan bensin dan membakarnya. Dibawah ancaman senjata aparat, Ahmad berturut-turut diperintahkan untuk membakar rumah Jayus, Ibu Saudah, pondok pesantren dan bangunan-bangunan yang diduga berisi 80-100 orang terdiri dari bayi, anak-anak, ibu-ibu banyak diantaranya yang masih hamil, remaja dan orang tua dibakar disertai dengan tembakan-tembakan untuk meredam suara-suara teriakan lainnya.
Sambil membakar rumah-rumah tersebut, Purwoko (10 th) dipaksa aparat untuk mengenali wajah Warsidi dan Imam Bakri diantara mayat-mayat jama’ah yang bergelimpangan. Mayat Pak War dan Imam Bakri ditemukan setelah Purwoko hampir membolak-balik 80-an mayat.
Pukul 09.30 — Setelah ditemukan, kedua mayat tersebut kemudian diterlentangkan di pos jaga jama’ah dengan posisi kepala melewati tempat mayat tersebut diterlentangkan (mendenga’-leher terbuka-). Tak berapa lama, seorang tentara kemudian menggorok leher kedua mayat tersebut.
Pukul 13.00 — Kedua puluhan ibu dan anak-anak tadi kemudian berjalan kaki sekitar 2 Km untuk dibawa ke Kodim 0411 Metro .
Pukul 16.00 — Hendropriyono mengintrogasi ibu-ibu tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan: Ikut pengajian apa? Apa yang diajarkan? Gurunya siapa? Dan menerangkan bahwa jama’ah Warsidi batil karena menentang Pancasila dan mengamalkan ajaran PKI.
Pukul 17.00 — Jama’ah kemudian dimasukan kedalam penjara.
Sementara di Sidorejo pada pagi harinya atas informasi, Sabrawi, supir bis Wasis, aparat bersama warga mengepung rumah Zamjuri. Bersama Zamzuri ada 8 orang jema’ah yaitu: Munjeni, Salman Suripto, Soni, Diono, Roni, Fahrudin, Isnan dan Mursalin Karena dituduh perampok oleh aparat, terjadilah bentrok dengan Polsek Sidorejo. Serma Sudargo (Polsek Sidorejo), Arifin Santoso (Kepala Desa Sidorejo) tewas. Dipihak jama’ah, Diono, Soni dan Mursalin tewas.sedangkan Roni terluka tembak.
~Kamis, 9 Februari 1989~
Pukul 08.40 — Jama’ah yang marah mendengar kebiadaban dan penahanan jama’ah di Kodim 0411 Metro tersebut menyerbu Kodim dan Yonif 143. Dalam penyerbuan itu, 6 orang jama’ah tewas. Sedangkan dipihak aparat pratu Supardi, Kopda Waryono, Kopda Bambang Irawan luka-luka terkena sabetan golok. 1 sepeda motor terbakar dan kaca depan mobil kijang pick up pecah.
Dua minggu kemudian Tahanan ibu-ibu di Kodim dipindahkan ke Korem 043 Gatam. Di Korem, Hendropriyono memerintahkan anak buahnya untuk melepas paksa jilbab-jilbab ibu-ibu jama’ah sambil berkata “tarik saja, itu hanya kedok”.
Penangkapan sisa-sisa anggota jama’ah oleh aparat dibantu masyarakat oleh operasi yang disebut oleh Try Sutrisno Penumpasan hingga keakar-akarnya.
Penangkapan para aktivis islam di Jakarta, Bandung, solo, Boyolali, mataram, Bima & dompu melalui operasi intelejen yang sistematis yang banyak diantaranya sama seklai tidak mengetahui kejadian.
Data Korban hasil verifikasi investigasi Kontras 2005, yakni :
Korban Penculikan : 5 orang
Korban Pembunuhan di luar proses hukum : 27 orang
Korban Penghilangan Paksa : 78 orang
Korban Penangkapan Sewenang-wenang : 23 orang
Korban Peradilan yang Tidak Jujur : 25 orang
Korban Pengusiran (Ibu dan Anak) : 24 orang

Raksasa Tidur Itu Bernama Indonesia

0 komentar
Seorang sahabat baik saya asal Korea Selatan Mr. Kim yang juga adalah Kepala Lembaga Penelitian dan Pengembangan Teknologi di Korsel (sejenis BPPT di Indonesia) sekitar setahun lalu pernah ucapkan kepada saya bahwa Indonesia itu seperti raksasa yang sedang tidur (The Sleeping Giant). Dia ucapkan analogi itu karena melihat potensi luar biasa yang dimiliki Indonesia berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk dan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia.
Mr. Kim membandingkan Indonesia dengan Korea. Luas Republik Korea Selatan hanya 100.300 km2, dengan penduduk sekitar 50 juta jiwa, bandingkan dengan luas Pulau Jawa 137.000 km2 dengan penduduk 130 juta jiwa. Korea Selatan terletak di Semenanjung Korea dengan kondisi alam yang bergunung dan berbukit. Hanya sekitar 20% dari luas daratannya yang bisa dihuni manusia atau diolah menjadi lahan pertanian. Bertolakbelakang dengan Pulau Jawa yang luas lahan pertanian dan hunian manusianya mencapai 80% dari total luas Pulau Jawa.
Pulau Jawa yang sangat subur dan pernah menjadi lumbung pangan Indonesia itu kini disesaki oleh padatnya manusia, pabrik dan kawasan industri. Lahan pertanian dan perkebunan menyusut drastis. Predikat pulau Jawa sebagai ”Lumbung Pangan Indonesia” pun sudah menghilang.
Korea seperti halnya Taiwan dan Singapore adalah negara yang memiliki luas wilayah daratan sangat kecil. Lahan pertanian Korsel dan Taiwan sangat terbatas. Apalagi Singapore yang malah tidak punya lahan pertanian sama sekali dan kebutuhan pangannya 100% impor. Negara – negara seperti ini sangat iri kepada Indonesia yang luas daratannya hampir 2 juta km2. Imajinasi mengenai apa yang akan dilakukan jika punya negara seluas Indonesia selalu terbayang menari-nari di benak mereka.
Keterbatasan luas daratan menyebabkan Korea, Taiwan dan Singapore mencari cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan rakyatnya. Tumpuan mereka adalah sektor teknologi, jasa keuangan dan pariwisata, perdagangan internasional, industrialisasi dan sebagainya, yang smuanya itu tidak memerlukan lahan / tanah yang luas. Taiwan dan Korsel terkenal sebagai produsen elektronik terkemuka dan terbesar di dunia. Mereka mengungguli dunia barat dalam industri elektronik dan perkapalan. Rahasia kemajuan dan kemakmuran mereka terletak pada ribuan penemuan baru setiap tahun di bidang teknologi tepat guna dan tersedianya industrialisasi untuk semua penemuan baru itu. Luar biasa.
Meski Korea sudah lama menjadi negara maju dan makmur namun mereka tetap ingin dan selalu bermimpi miliki lahan yang luas. Berbagai pembatasan dan hambatan dari sejumlah negara tertentu dimana mereka berinvestasi telah menjadi ancaman serius pada usaha pemerintah Korea untuk menjamin dan mempertahankan kesejahteraan yang telah mereka capai selama ini.
China dan India adalah dua negara tujuan investasi Korea yang terbesar. Di China saja saat ini terdapat lebih 22.000 perusahaan asal Korea. Namun, sejak beberapa tahun terakhir ini, Pemerintah China, juga India mulai “mempersulit” ribuan perusahaan tersebut dengan menaikan Upah Minimum Karyawan dan selalu berusaha mencuri rahasia teknologi yang digunakan oleh perusahan – perusahaan Korea di sana. Soal reputasi curi mencuri atau bajak membaca teknologi adalah merupakan hobi China yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia.
Berbeda dengan China, Taiwan apalagi Jepang, menurut Mr. Kim putra seorang jenderal pada masa Perang Korea (1950-1955), yang juga adalah kakak angkat saya itu, Indonesia merupakan surga bagi investasi Korea. Selama 10 tahun terakhir, Indonesia perlahan – lahan mulai menjadi negara favorit tujuan investasi Korea.
Semua yang ada di Indonesia sangat menyenangkan investor Korea kecuali atas 3 hal, yakni : 1. korupsi dan kebobrokan birokrasi, 2. keterbatasan infrastruktur (listrik, telpon, jalan, pelabuhan dan sejenisnya) serta 3. kemalasan dan kelambanan yang nenjadi sifat umum mayoritas pekerja Indonesia.
Jika tiga hal tadi dapat diatasi oleh pemerintah Indonesia, Mr. Kim ini sangat yakin Indonesia akan menjelma menjadi negara super power terutama di bidang ekonomi. Mengenai hal yang lain, tidak ada yang kurang dari Indonesia. “Tuhan begitu sayang pada negara ini” ujar Mr. Kim suatu saat ketika kami berbincang di sebuah hotel di depan bundaran air mancur HI, Jakarta Pusat pada akhir tahun lalu.
Saking kagum dan tertariknya Mr. Kim itu terhadap Indonesia, dia berkali – kali selalu mengatakan ingin mati dan dikubur di bumi Indonesia. Dari ucapan dan sinar matanya yang tulus, saya percaya pada niatnya tersebut.
Apakah nanti, dalam waktu dekat Indonesia bisa mengatasi 3 penyakit itu ? Apakah nanti Indonesia bisa menjadi raksasa yang terbangun dari tidur panjangnya ? Atau bahkan menjadi raksasa yang menggeliat dan menggetarkan dunia ? Wallahualam Bissawab …Sangat tergantung kesungguhan rakyat dan pemerintah Indonesia sendiri. Semoga. Aamiiiin Ya Rabbilalamin.
Sumber : yudisamara.com

Selasa, 24 Juni 2014

Dibalik Citra & Popularitas Palsu Jokowi

0 komentar
Setelah kesuksesan politik pencitraan ala SBY sepuluh tahun lalu, kini muncul politik pencitraan gaya baru. Kali ini melibatkan dukungan masif semua media baik cetak, elektronik, online, maupun sosial.
Adalah jokowi yang digadang-gadang untuk jadi presiden dan diblow-up habis-habisan oleh media-media mainstream. Dukungan secara masif itu bisa dibilang tidak wajar karena jokowi yang adalah seorang muslim justru tidak “laku” di media Islam seperti voa-islam, arrahmah, suara-islam, dll. Bukankah kalau seorang muslim sangat luar biasa dalam memimpin, maka media-media muslim justru akan ikut memberitakannya dengan bombastis? Tapi bukannya diberitakan secara bombastis, jokowi justru diberitakan secara negatif di media-media muslim tersebut.
Keanehan ini ditambah dengan adanya informasi bahwa kebanyakan media mainstream terindikasi dibayar untuk pencitraan jokowi. Menurut informasi, media-media tersebut adalah:
1) First Media Grup (beritasatu1.TV beritasatu .com, suara pembaruan, Jakarta Globe, Suara Pembaruan, The Straits Times, Majalah Investor, Globe Asia, The Peak, Campus Asia, Student Globe, Kemang Buzz, Campus Life, Termasuk Beritasatu FM. First Media Grup adalah milik James Riady (Lippo Grup), konglomerat yang bersahabat baik dgn Bill Clinton dan terlibat Lippo Gate yg terjadi di AS, ketika James Riady cs tertangkap memberikan dana politik illegal jutaan dollar kepada timses capres Demokrat Bill Clinton untuk pemenangan Clinton pada pemilihan Presiden AS. Uang sumbangan James Riady cs itu kemudian terbukti berasal dari China Global Resources Ltd, sebuah perusahaan kedok milik China Military Intelligence (CMI).
2) Media lain yang dikontrak mahal untuk pencitraan palsu Jokowi adalah Detik Grup. Ngakunya milik Chairul Tanjung alias CT, tapi sebenarnya milik Salim Grup. Detik.com Setiap hari, detikcom memuat berita tentang pencitraan palsu Jokowi puluhan bahkan kadang lebih 100 berita. Chairul Tanjung hanya dipinjam nama dan bertindak untuk dan atas kepentingan Antony Salim (Salim Grup).
3) Kompas /Gramedia Grup memang tidak segila detikcom siarkan Jokowi, tapi tetap punya KANAL BERITA KHUSUS untuk mempromosikan Jokowi dan Ahok. Diprediksi menjelang masa pilpres 2014, Kompas dan Gramedia Grup akan habis – habisan mendukung Jokowi – Ahok karena sejalan dengan misi medianya, pelemahan Islam di Indonesia.
4) Jawa Pos Grup. Tidak melibatkan semua media milik Dahlan Iskan yang jumlahnya 185 TV, Koran, Online media, dll itu. Sekitar 40% JawaPos Grup dikontrak. Namun, dipastikan jika Dahlan Iskan mau sebagai capres, Jawa Pos Grup tidak akan terlalu mendukung Jokowi kecuali mendapat permintaan khusus dari Chairul Tandjung, tokoh yang merekomendasikan Dahlan Iskan ke Presiden SBY untuk ditunjuk sebagai Menteri BUMN tahun 2011 lalu.
5) Yang paling gencar jilat Jokowi adalah Koran Rakyat Merdeka. Ada saja berita (palsu) istimewa tentang Jokowi. Kontraknya puluhan Milyar.
6) Tempo (majalah dan Online) adalah media pelopor yg orbitkan Jokowi dengan penghargaan “10 Tokoh Terbaik (penghargaan abal-abal), hanya karena bisa pindahkan Pedagang Kaki Lima (PKL), itu pun dilakukan setelah hampir setahun bolak balik mengunjungi dan mengundang PKL makan bersama. Fakta terakhir, PKL Solo kembali ke lokasi awal sebelum pindah karena di tempat baru dagangan mereka tidak laku.
7) Tribunnews Grup (Bosowa dan Kompas) juga dikontrak untuk pencitraan palsu Jokowi. Demikian juga Fajar Grup (Alwi Hamu / Dahlan Iskan). Alwi Hamu juga merupakan patner bisnis Dahlan Iskan di media dan PLTU Embalut, Kaltim yang sarat korupsi itu.
8) Metro TV, tidak tahu sekarang dibayar berapa untuk kontrak pencitraan palsu Jokowi sampai 2014. Tapi saat Pilkada DKI puluhan Milyar. Sejak dapat bisnis iklan dari Konglomerat – konglomerat pendukung Jokowi, Metro TV jadi corong nomor satu Jokowi, disamping jadi corong kampanye dan pencitraan Dahlan Iskan yang memberikan kontrak iklan luar biasa besar dari BUMN – BUMN kepada Metro TV.
9) SCTV grup. Pemiliknya Edi dan Popo Sariatmadja malah menjadi cukong utama. Koordinator media pencitraan Jokowi, membantu James Riady. Dukungan promosi dan kampanye yang diberikan untuk Jokowi gratis alias tanpa bayaran, meski diduga sebenarnya sudah mendapatkan imbalan dari dana pemenangan Jokowi yang telah terkumpul puluhan triliun dari sumbangan para konglomerat hitam Indonesia.
10) Media raksasa lain seperti Vivanews grup (TV One, ANTV, Vivanewscom dll) milik Bakrie meski kontrak dgn Cukong Jokowi tapi porsinya kurang dari 30%, dan masih melihat perkembangan situasi dan kondisi politik nasional mengingat Aburizal Bakrie masih berstatus Ketum Golkar dan kandidat capres.
11) Selain media cetak, televisi mainstream, sosial media seperti twitter, facebook, kaskus dll juga dikontrak khusus. Lihat saja di sini. Bahkan di twitter juga mulai ada akun relawan yang berusaha menjelaskan dengan kata-kata manis mengenai tingkah-polahnya yang anomali pada tiap akun yang berkomentar negatif. Rumornya ia memiliki buzzer sebanyak 1500-2000an yang mengelola lebih dari 10.000 akun sosial media . Buzzer adalah semacam pasukan bayaran online, yang siap menjaga reputasinya di internet dengan cara menyusup di berbagai forum dan kolom komentar untuk mendongkrak citranya. Para buzzer bayaran ini akan berkomentar positif tentangnya dan menyerang habis-habisan mereka yang tidak melihatnya sebagai “dewa”. Dulu waktu pilkada DKI, selain orang-orang yang permanen kelola akun untuk pencitraan Jokowi, dibentuk juga Tim Jasmev. Puluhan Milyar biayanya. Lihat gambar yang sempat diambil saat pemilukada DKI lalu ini:


Banyak akun palsu pembela Jokowi di sosial media. Untuk mendeteksi akun pembela Jokowi palsu tidak sulit. Salah satunya, banyak hal yang disampaikan sangat tidak masuk akal.
Begitu disampaikan Praktisi Teknologi Informasi, Chafiz Anwar, ketika dihubungi wartawan, Jumat (1/11/2013).
Chafiz mengatakan ciri-ciri akun palsu yang digunakan, segi jumlah komentar melalui media sosial yang serentak menyerang ataupun membela Jokowi. Padahal, hal itu tidak mungkin dilakukan pemilik akun asli secara bersamaan.
“Tidak mungkin komentar ribuan sekaligus dilakukan oleh pemilik akun asli,” katanya.
Ciri lainnya yang juga mudah dianalisa, menurut Chafiz, adalah dengan membandingkan jumlah pembaca dan jumlah komentarnya. Untuk masalah Jokowi misalnya jika ada yang mengkritiknya di sebuah media online dan kemudian langsung ada serangan dari ribuan orang seperti itu pernah dialami terakhir oleh Ketua Fraksi Partai Demokrat, Nurhayati Assegaf dan itu bisa ditegaskan kepalsuannya.
“Coba saja bayangkan berita yang mengkritik di sebuah media online itu. Baru beberapa saat tayang langsung yang komentar ribuan, itu sangat tidak mungkin. Kalau bukan sebuah tim yang mengerjakannya yang bisa saja terdiri dari puluhan orang,” tambahnya.
Yang paling mungkin kata dia lagi, yang baca satu orang tapi orang ini memegang ratusan akun. Hal ini bisa dilihat jelas dari komentar-komentar pendukung Jokowi.
Ciri lainnya yang juga bisa diliat adalah ketidakjelasan identitas para pemain akun ini. Biasanya mereka kata Chafiz, menggunakan nama-nama palsu dan foto-foto palsu atau menggunakan gambar kartun.
“Yah satu orang kan gak mungkin punya 10 akun dengan nama sama dan foto yang sama.Sementara dari mereka satu orang minimal bisa memiliki 100 akun,” kata Chafiz.
Mereka jelasnya lagi menggunakan mesin pendeteksi dengan keyword-keyword tertentu.
“Misalnya kalimat Jokowi belum pantas jadi presiden.Mesin mereka ini berjalan seperti halnya mesin pencari google,begitu mesin mendeteksi ada kalimat atau kata tertentu yang dimasukkan,mereka akan bergerak cepat dan membalas kalimat-kalimat tersebut,” tegasnya.
Terakhir dirinya mengingatkan masyarakat untuk tidak terpancing dengan settingan provokasi maupun ajakan yang mereka mainkan,karena itulah tujuan mereka. Masyarakat jangan sampai terperdaya oleh provokasi mesin yang mereka mainkan.
“Pilih saja dengan cerdas dengan menelusuri rekam jejak para kandidat calon presiden.Jangan percaya dengan permainan seperti ini,”tandasnya.
Pendapat Amien Rais
Pendapat senada disampaikan oleh Bapak Reformasi Indonesia Prof. DR. Amien Rais MA. Tokoh bangsa yang pertama kali mewacanakan suksesi kepemimpinan nasional di tengah kuatnya rezim Soeharto. “Jadi ketika saya bilang suksesi, saya diketawain. Tetapi karena ada substansi pelan-pelan orang terbuka,” ujar Amien Rais dalam wawancara khusus dengan INILAH.COM di kediaman pribadinya di bilangan Gandaria, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (1/10/2013).
Kini, Jokowi menjadi obyek kritik “Lokomotif Reformasi” ini. Secara lugas Amien mengingatkan publik agar tidak memilih pemimpin hanya berpijak pada popularitas semata. Terkait melambungnya nama Jokowi, Amien memiliki pandangan tersendiri. “Jadi secara sistematik saya melihat memang ada brain trust yang melambungkan Jokowi ke aras politik bahkan mungkin ke kursi presiden,” sebut Amien.
Selain itu, Amien juga bicara soal alasan mengapa dirinya mengritik Joko Widodo? Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini juga bicara soal kriteria presiden 2014 mendatang. Berikut wawancara lengkapnya:
Apa motif Anda mengkritik keras Joko Widodo?
Jadi saya sudah lama berdiam diri. Saya sesungguhnya menunggu ada sebagian intelektual, politisi, penggiat LSM, kyai, atau siapa saja yang berani memberikan kritik kepada fenomena Jokowi, yang menurut saya sudah luar biasa. Jadi secara sistematik saya melihat memang ada brain trust yang melambungkan Jokowi ke aras politik bahkan mungkin ke kursi presiden.
Padahal, kalau kita lihat ke belakang, sesungguhnya Jokowi seperti kepala derah yang lain seperti Walikota Surabaya, Walikota Yogyakarta, atau walikota yang lebih bagus lagi lebih banyak. Tetapi memang menurut saya ada usaha yang sistematik (untuk munculkan nama Jokowi), dari mobil Esemka yang pepesan kosong itu, sampai mempopulerkan Jokowi seorang walikota terbaik dari lima walikota yang ada di muka bumi, maka saya makin ngeri.
Lalu?
Sebagai orang yang belajar ilmu sosial, saya sudah menyimpulkan kesimpulan sementara, ada kekuatan modal yang akan melambungkan Jokowi sehingga kalau sampai keinginan modal besar ini berhasil, saya takut, saya kasihan Jokowi akan tersandera. Saya tidak mengatakan presiden boneka, tapi akan menurut kepada yang melambungkan yang sangat luar biasa itu.
Nah, demokrasi yang jadi kiblat kita itu, adalah demokrasi jadi-jadian yaitu demokrasi Amerika. Kita kagum dengan demokrasi Amerika, tapi kalau kita buka ini demokrasi di Amerika yang menguasai Gedung Putih, Pentagon, Capitol Hill, itu sesungguhnya adalah kompleks yang dalam istilah politik itu disebut sebagai military, industrial, congresianal, dan media complex. Jadi korporasi besar itulah yang sejatinya mendikte George Bush, Bill Clinton, Obama dan presiden-presiden sebelumnya. Jadi terkenal dengan ungkapan almarhumm Muchtar Lubis, Demokrat dan Republik itu sama saja. Satu perompak satu perampok.
Dalam Konteks Jokowi, bisa dijelaskan tentang kekuatan besar tersebut?
Hal ini makin terasa, bahwa kekuatan yang melambungkan Jokowi ke aras tertinggi itu, memang terlalu kentara. Mereka tidak bisa menahan diri, Sehingga orkestra dengan politik itu terlalu kentara, dari media massa yang seragam, pengerahan cyber troops, orang kritik Jokowi di media, nanti ada ratusan yang menghantam tanpa ampun dengan kata-kata semestinya tidak layak dan elok.
Tapi kalau seperti saya, anjing menggonggong kafilah berlalu. Saya hanya ingin menunjukkan hati-hati, kalau presiden siapapun yang bisa bertengger jadi lurah Indonesia karena dengan dukungan luar biasa dukungan modal tanpa batas itu, percayalah dia akan menjadi sandera dari pendukungnya.
Analisa Anda cenderung konspiratif, apa indikator yang paling kuat?
Jadi seperti cyber troops itu kan tidak wajar. Prabowo Subianto tidak mengalami seperti itu, SBY juga tidak ada. Jadi ini ngebet. Karena ngebet ya ketahuan. Saya punya kecenderungan, sebagai orang kampus yang dididik berfikir ilmiah itu memang tidak akan mengatakan kalau tidak yakin. Jadi kembalilah dan tengoklah Solo yang kumuh, miskin, dan gelap. Kemudian dikatakan walikotanya menjadi salah satu walikota terbaik di muka bumi. Ini konspirasi media massa.
Jadi, ini ada kompleks dari pemilik modal, pemilik media massa, kekuatan politik di DPR dan di tengah-tengah massa, sudah kena hypnotisme atau dalam bahasa INILAH.COM “nina bobo” Jokowi. Tetapi saya tidak ada pamrih kecuali mengingatkan jangan sampai kita menganggap demokrasi untuk rakyat tapi ternyata milik pemilik modal.
Sekarang sudah terbaca kan kemana proyek-proyek DKI kemana larinya? mereka kira-kira yang mendukung. Yang kita takutkan ribuan triliunan kekayaan Indonesia mulai perkebunan, pertambangan, pertanian kekayaan laut dan lain-lain. Kalau sampai presiden mendatang itu menjadi tersandera oleh kekuatan modal itu, rakyat hanya akan jadi pelengkap penderita.
Apakah Anda bisa perjelas siapa pemilik modal itu apakah dari kelangan ‘hitam’?
Saya tidak akan mengatakan hitam, cokelat, abu-abu dan lain-lain. Hampir bisa dipastikan, bahwa pemodal besar itu mesti dihinggapi patologi profit. Jadi siang-malam yang difikir adalah profit dan profit. Sementara untuk menagguk keuntungan itu angger-angger atau kaedah moral, kaedah agama, sosial etika, itu sudah terbenam.
Nah, cuma repotnya, sejak jaman dulu sampai sekarang untuk memahamkan yang cukup jelas ini kepada rakyat itu tidak mudah, bahkan kadang-kadang jadi bumerang. Tapi karena saya membaca sejarah para nabi, tokoh perubahan, memang itu, rakyat selalu mudah untuk dibelokkan kesana kemari oleh opinion leaders, media massa dan lain-lain.
Bahkan contoh telak dalam sejarah kuno bagaimana Bani Israel yang tertindak menjadi budak, ketika diajak salah satu putera terbaiknya yaitu untuk diajak keluar dari cengkeraman Firaun dari Palestina, malah salah paham, mereka malah marah sama Musa. Musa dikatakan gila. Persis seperti nabi, apalagi Amien Rais yang tidak sekutu hitamnya nabi jadi tidak pernah gusar ketika dikatakan tidak paham masalah, bodoh dan lain-lain.
Selama setahun Jokowi di Jakarta, ada capaian yang mendapat apresiasi publik seperti blusukan, lelang jabatan termasuk mengurai kemacetan di Tanah Abang. Apa anda tidak melihat sisi baik Jokowi?
Tanah Abang sekarang lancar, itu harus diacungi jempol. Belum banyak sesungguhnya tapi itu cukup saya catat. Memang mengatasi banjir dan macet tidak cukup dua bulan, jadi butuh satu periode kepemimpinan gubernur secara utuh. Itu pun kalu tidak ada guncangan-guncangan yang lain. Artinya, ekonomi stabil, mudah-mudahan bisa.
Terkait dengan satu periode gubernur utuh, bagaimana dengan dorongan agar Jokowi maju menjadi Capres?
Ketika pejabat disumpah demi Allah itu sesungguhnya bukan main-main. Jokowi kan disumpah lima tahun, lalu di tengah jalan terbengkalai tugasnya, karena mengincar lebih tinggi dan tergoda apa tidak menyalahi etika dan fatsoen politik.
Kritik Anda ke Jokowi mendapat perlawanan dari para pendukungnya, apa komentar Anda?
Jadi saya tahu, sebagian besar rakyat tidak sepaham dengan saya. Tapi ekstremnya, andaikan 250 juta rakyat mengatakan kita harus ke utara mendukung Jokowi, saya mengatakan pikir dulu. Kalau saya ke selatan, tapi harus ada yang mengingatkan. Karena seseorang dielukan itu akhirnya lupa. Kita belum lama toh, dulu Bung Karno kita lupa, baru beberapa tahun Pak Harto sudah seperti Bung Karno, 7 kali dipilih dengan aklamasi oleh anggota MPR.
Jadi ketika saya bilang suksesi, saya diketawain. Tetapi karena ada substansi pelan-pelan orang terbuka. Spekulasi bahwa saya kritik Jokowi untuk menjodohkan Prabowo-Hatta, saya ngiri, syirik, itu tidak ada kentang kimpulnya (tidak ada korelasinya).
Jadi saya mengingatkan bangsa ini, mau mimpin lurah Indonesia, jadi tolong dipikir lebih jernih lagi masih ada waktu satu tahun untuk tidak menganut grubyug untuk latahisme, saya peringatkan yang menjadi cyber troops Jokowi itu apa tidak malu pada diri sendiri, saya sarankan sebelum tidur merenung 1-2 menit, apa yang saya lakukan betul apa tidak. Menghujat seenaknya dengan kata-kata yang kurang senonoh itu menurut saya kurang pas, ketika saya ditanya ya itu, anjing menggonggong kafilah tetap berlalu.
Siapa yang ideal dalam 2014 mendatang?
Saya tidak akan menyebut nama, cuma syarat. Siapapun yang bisa membawa bangsa ini ke depan dengan percaya diri, bisa menyuguhkan kedaulatan ekonomi itu yang bisa dipilih. Itu bisa Jokowi, Prabowo, Hatta Rajasa, Mahfud MD, Dahlan Iskan, Sri Mulyani, Gita Wirjawan, Hidayat Nur Wahid atau siapapun.
Sehingga saya sesungguhnya punya impian, bukan kita ingin mencontoh demokrasi liberal yang brengsek itu, tetapi kalau kita ingat dalam memilih lurah saja, itu lurah tidak dipilih asal-asalan, milih bupati dan walikota tidak asal-asalan.Karena itu, sesungguhnya ada semacam gurauan, saat SBY menang, bersama kita bisa. Bisanya tidak jelas, apakah bisa melindungi alam, menegakkan hukum, meningkatkan Iptek. Saya pikir pengalaman masa lalu itu mungkin akan menjadi beban para capres itu untuk berpikir keras. Karena kalau cuma popularitas tidak menjamin.
Apakah bisa dikatakan, karena hanya modal popularitas SBY di 2004 lalu, maka hasilnya seperti saat ini?
Jadi kata orang awam itu kapan proses transisinya demokrasi berhenti, jadi masih up and down terus. Saya melihat pengalaman dari negara berkembang, dipilih karena menekan rakyatnya seperti Saddam Husein, Husni Mubarak, Moammar Khadafy, atau di negara-negara Asia para diktator itu. Tapi juga ada memang populer, Juanita Peron, karena istrinya Peron, saat pilpres menang mutlak. Tapi gak sampai setahun mundur, karena tidak ada negarawan.
Ada juga Joseph Estrada, populer menjadi bintang film tidak sampai setahun harus diganti. Nah Jokowi, soal blusukannya luar biasa, gak pernah ngantor. Kalau blusukan terus kapan kerjanya. Memang Ahok ada sebagai wakil, tapi yang megang komando adalah Gubernur. Mungkin saja, blusukan akan mengalami titik jenuh, kalau blusukan 2-3 tahun tapi masalah mendasar Jakarta belum bergeser, itu bisa juga menjadi bumerang.
Jadi sesungguhnya, saya dikatakan terlalu keras, tajam, mungkin karena tidak ada yang lain yang kritik. Saya ingat betul, saat saya menyampaikan ide suksesi Pak Harto, saya sendirian betul, sampai teman-teman diskusi saya tidak datang ke rumah saya karena takut, tapi lama-lama kemudian terbuka juga.
Kalau saya begini, saya menasehati sama-sama wong solo, popularitas Jokowi ini tidak mesti 20 tahun muncul, dia mendapatkan berkah seperti itu, Cuma sekarang ini dia diberi amanat lima tahun di DKI Jakarta sebaiknya bekerja sebaik-baiknya, dia masih muda, kalau dia sukses bisa melenggang sambil mengasah jam terbang, kalau dia bisa merefleksikan lagi sebagai calon pemimpin Indonesia, selesaikan amanat yang sudah disumpah mudah-mudahan akan jadi bagus.
Juga jangan pernah mau didikte pemilik modal. Pemilik modal itu 24 jam itu uang, uang dan uang tidak pernah berpikir si suto, noyo, duta dan waru. Jadi saya ada mix feeling, di samping kritik saya dianggap terlalu keras sampai ke intinya, tapi di balik itu ada harapan, kalau dia bisa menampung pikiran saya ini, maka dari sudut fatsoen politik, sumpah itu dipenuhi. Ketika dia disumpah ada mushaf al-Quran.
Ketika sudah selesai (5 tahun) tidak kemmudian menyulap Jakarta menjadi singapura, tidak mungkin juga, tapi Jakarta mulai rapih, mulai tertata, mulai kurang kemacetan, mulai memperoleh air bersih, sudah nampak, kemudian silakan (maju capres).
Apa makna kritik anda terkait nasionalisme Jokowi?
Sebagai kader PDI Perjuangan, dia tidak harus sama dengan Bu Mega, karena dulu yang salah tokoh-tokoh yang mengitari Ibu Mega. Dulu dua tanker Pertamina dijual, sekarang kita sewa, Indosat yang merupakan karya bangsa, tapi kemudian dijual dengan harga Rp8 triliun padahal labanya per tahun Rp3 triliun. Ini kan asset negara.
Jadi bagaimana konglomerat hitam yang ribuan triliun, diputihkan melalui release and discharge, gas tangguh di Papua diijon ke China untuk sekian puluh tahun dengan harga yang tidak berubah, flat. Gas dan maupun minyak maupun batubara itu mesti naik.
Seperti ini yang saya pikir dan Jokowi tidak usah seperti yang lain. Saya sesungguhnya ketika dia berani menolak rencana untuk sebuah tempat di Solo yang strategis untuk dijadikan mall, itu menunjukkan keberpihakan rakyat kecil. Itu Jokowi asli. Jokowi yang asli perlu dikembangkan. Jangan sampai pernah berutang kepada orang yang melambungkan karena ada udang di balik tepung.
Sisi lain Anda kritik Jokowi, sisi lain anda membangun komunikasi partai Islam?
Saya kan dari kalangan santri, ada semacam bias subyektif bahwa kalangan santri jangan sampai tidak ikut menentukan masa depan negeri ini. Padahal partai santri kalau dikumpulkan lebih tinggi dari Partai Demokrat, Partai Golkar bahkan PDI Perjuangan. Memang di kisaran 5-8 persen, tapi kalau dikumpulkan jadi kuat.
Kita tidak mungkin usul perbaiki negeri ini kalau kita bercerai berai. Kalau kita bersatu, kita punya bargaining position kepada kekuatan yang lain, dari masa depan kita bicarakan bersama Di forum UII yang digelar dua minggu sekali, selain yang datang tidak selalu sama orangnya, tapi yang jelas yang kita bicarakan belum pernah menyebut siapa yang layak jadi capres. Tapi temanya berganti-ganti seperti masalah energi, moneter, ekonomi, masa depan perbankan dan pertambangan, perpajakan, rule of law, pembelaan terhadap kaum duafa. Belum sekalipun kita bicara Capres.
Mau saya itu, kita sudah tahu, dari masukan-masukan itu kelihatan jadi agenda nasional kita itu ada skala prioritas. Pertama melindungi sumber daya alam kita dari terkaman asing, membangun clean and good governance, penanganan hukum tidak boleh tebang pilih, dan mengejar ketertinggalan Iptek kita dengan bangsa lain. Kalau agenda sama, itu lebih enak, baru bicara bagiamana masa depan karena tidak mungkin, umat Islam sendirian memikul masalah nasional sendiri. Begitu juga tidak mungkin kaum nasionalis senidirian.
Anda masih percaya politik aliran?
Masih. Sekalipun politik aliran disebut kuno. Tapi faktanya suara santri 35%. Apa kita memegang pahat atau kuas untuk melukis, jadi jangan jadi penonton. Ini forum terbuka, saya sampaikan di pertemuan saudara kita dari intel, polisi silakan datang. Jadi suasana santai, tidak pernah tegang. Walaupun yang kita bahas berat.
Saya sudah 70 tahun, saya yakin tidak ada lagi kepentingan, kecuali saya sebelum menutup mata selamanya ada perbaikan, kalau dari segi kehidupan pribadi, apa yang kurang buat saya? kalau kata orang Jawa legan golek momongan, sudah tidak ada masalah, masih cari masalah. Tapi tugas intelektual itu tidak di menara gading atau di kehidupan sendiri, tugas intelektual di tengah-tengah massa yang banyak kalau bisa memberikan kontribusi.
Ada respons dari warga Muhammadiyah?
Warga Muhamamdiyah itu punya ciri khas, politiknya terlalu netral, tidak tajam. Dibandingkan dengan teman NU, orang Muhammadiyah malah tidak tajam, karena doktrin amal sholeh terlalu banyak, kadang-kadang doktrin pemikiran tidak dibenahi, Muhammadiyah termakan rutinisme. Jadi Islam dan amal soleh menyatu, dimana pun warga Muhammadiyah ada, buatlah masjid, Rumah Sakit, TK sampai Universitas. Saya jarang ditanya pertanyaan politik.
Apa prinsip hidup Anda?
Sesungguhnya saya punya prinsip kehidupan begini, kalau para nabi menjadi suri tauladan kaum beriman itu sikapnya memang sangat jelas, mereka menyampaikan sesuatu untuk kebaikan bersama, setelah itu mereka tawakkal.
Jadi apakah umat mendengar atau tidak, yang jelas sudah disampaikan, jadi anak saya yang paling kecil, mengritik, “bapak sudah sepuh kok masih bicara urus politik, sudahlah pak rakyat maunya seperti itu sudah titik. Pak enjoy life pak. Bersama kita pak”. Tetapi kalau ajaran agama kita, kalau ada yang tidak benar, sampaikan dengan lisanmu, paling tidak, kalau tidak ada kekuatan ya dengan tulisan. Itulah filosofi hidup saya. Kalau saya dipuji tidak besar kepala, kalau dicaci lantas juga tidak dlosor.
Dulu waktu menyuarakan suksesi Pak Harto, banyak telpon apakah sudah bosan hidup? kami tahu agenda anak-anak sekolah anak-anak Anda. Ini sesuatu yang biasa. Justru yang tidak biasa, di alam demokrasi tokohnya dikritik malah kebakaran jenggot, malah kasihan tokoh itu. Itu namanya kekanak-kanakan, puber saja belum, masih kekanakan.
Tanggapan Raden Nuh (Pencetus Akun Twitter AntiKorupsi @Triomacan2000)
Dihubungi via telepon  Rabu, 29 Januari 2014, Raden Nuh yang sedang berada di Bukit Tinggi, Sumatera Barat, memberikan jawaban atas pertanyaan kami sebagai berikut :
Tanya :
“Apa pendapat Anda dengan semakin terbongkarnya agenda tersembunyi pihak asing yang gencar promosikan Jokowi sebagai capres ?”
Raden Nuh :
“Bagus ! Rakyat harus diberitahu sebenar – benarnya dan selengkap – lengkapnya mengenai siapa Jokowi sesungguhnya, apa agenda pribadi dan agenda asing, dan terpenting apa maksud dan tujuan sebagian pengusaha besar Tionghoa yang semua bersatu padu mendukung pencapresan Jokowi dengan segala cara, daya, bantuan jaringan media media dan bantuan dana. Rakyat harus disadarkan betapa bahaya bagi bangsa dan negara jika Indonesia dipimpin oleh seorang presiden boneka. Presiden yang tunduk dan patuh pada perintah dan keingan tuannya, para pengusaha besar tionghoa, yang selama ini dikenal sebagai perusak dan pencuri kekayaan negara. Maksud saya para pengusaha tionghoa pendukung Jokowi itu lho, bukan semua pengusaha Tionghoa. Masih banyak pengusaha Tionghoa yang merah putih, nasionalis, berjiwa raga Indonesia.”
Tanya : “Apakah Anda masih memantau twit dari akun @Triomacan2000 sejak Anda tinggalkan lebih setahun lalu? Bagaimana Anda menilai kualitas dan tema – tema besar yang diangkat akun itu?”
Raden Nuh :
“Praktis sejak saya tidak aktif lagi kelola akun @Triomacan2000, saya jarang memperhatikan twit – twit mereka. Saya hanya lihat jika ada teman yang infokan sesuatu yang menarik atau bikin gempar publik. Sering juga memantau kalau ketika baca koran atau nonton TV. Terakhir saya menonton acara Metro Realitas yang berjudul Kicauan Akun Hantu Triomacan2000, geli rasanya. Kok media sebesar dan sekaliber Metro TV mau menyiarkan tayangan acara yang sangat kentara pesanan dan sangat dangkal investigasinya.
Tanya :
“Bagaimana tanggapan Anda mengenai banyaknya media yang memuat berita pencitraan Jokowi ?”
Raden Nuh :
“Pertama, sudah pasti saya sangat prihatin. Kenapa media massa kita terlalu mudah dan murah menjual idealisme, membohongi rakyat, membodohi pembaca atau penontonnya. Media memang membutuhkan income untuk menutupi biaya operasional dan mencari keuntungan, tetapi apa yang kita saksikan sekarang sungguh luar biasa memalukan. Seakan – akan tidak ada tokoh lain yang lebih layak dan pantas diberitakan selain Jokowi. Kedua, Media nasional kita sudah menyimpang dari cita – cita awal atau maksud dari pendiriannya, menyampaikan kebenaran dan mencerdaskan bangsa. Saya tidak mempermasalahkan media – media milik konglomerat Tionghoa yang secara masif dan kontiniu mengiklankan Jokowi. Mereka memang mau menjadikan Jokowi sebagai presiden boneka, mereka mau melemahkan Indonesia melalui Jokowi. Ketiga, Kita tahu deh, siapa Jokowi itu sebenarnya. Ratusan walikota dan belasan Gubernur di Indonesia punya kemampuan dan integritas jauh di atas Jokowi. Faktanya Jokowi hanya kelihatan bagus karena setiap hari selama dua tahun ini, media bayaran dan milik pengusaha Tionghoa mempromosikan dia besar – besaran. Ini sangat berbahaya.
Tanya :
“Kenapa sangat sedikit tokoh yang berani berkomentar negatif tentang Jokowi?”
Raden Nuh :
“Fenomena ini memang menyedihkan, sangat menyedihkan. Sebagaian besar para tokoh bangsa kita takut berpendapat melawan arus utama opini. Takut tidak populer atau dikecam oleh pendukung -pendukung Jokowi yang terorganisir dan memang dibayar serta ditugaskan untuk menjaga citra Jokowi. Mereka melihat betapa kasihannya tokoh tertentu yang berani mengkritik Jokowi melalui media. Kontan mereka dicerca, dihina, dibully, malah ada yang dicaci maki oleh pendukung jokowi yang sebenarnya adalah bagian dari timses Jokowi. Namun, sayangnya, ketakutan para tokoh ini tidak boleh diikuti oleh para akademisi yang memiliki dasar akademis atau kajian ilmiah jika mereka mau mengungkapkan konspirasi besar dibalik pencitraan palsu Jokowi atau jika mereka mau menilai Jokowi dengan dasar penelitian dan studi yang kuat. Akademisi kan tidak boleh bohong, mereka harus mengatakan apa adanya. Jika Jokowi memang gagal, tak layak jadi gubernur, ya mereka harus berani mengatakannya kepada rakyat Jakarta. Kenapa harus sungkan ?”
Tanya :
“Pertanyaan terakhir, menurut Anda apakah Jokowi akan jadi capres pada pilpres 2014 nanti ?
Raden Nuh :
“Saya berkeyakinan Ibu Megawati selaku Ketua Umum PDIP pasti tidak akan bersedia mengajukan Jokowi sebagai capres. Terlalu besar risikonya jika negara ini dipimpin oleh orang suruhan atau kacung pengusaha Tionghoa. Mau jadi apa negara ini jika presidennya lemah, tidak berintegritas dan moralnya hancur seperti Jokowi ? Indonesia ini negara besar, mengurus Solo saja Jokowi itu sebenarnya gagal kok. Memimpin Jakarta, sudah terbukti Jokowi tidak mampu. APBD tidak terserap hampir 50%, program – program mandek, KKN makin parah, janji kampanye Jokowi hampir 90% tidak bisa dia penuhi.
Intergritas Jokowi juga parah, dia berani membohongi Pak JK, Pak Prabowo atau Ibu Megawati dengan tidak mengaku jujur siapa saja konglomerat hitam yang menjadi cukong dan tuannya. Masak orang seperti ini mau dijadikan calon presiden ? Bunuh dirinya namanya !
Konglomerat Tionghoa mungkin saja sudah menyadari bahwa PDIP mustahil mencalonkan Jokowi, sekarang mereka sedang mencari cara bagaimana menekan atau bahkan mungkin menggulingkan Bu Mega dari jabatan Ketua Umum PDIP. Alternatif lain, pemodal – pemodal Jokowi harus membeli dukungan partai lain. Barangkali ada partai yang nanti bisa raih suara cukup dan kebetulan butuh uang sehingga mau menyerahkan mandat rakyat yang diperolehnya melalui pemilu kepada para pemodal Jokowi dengan imbalan uang. Mau jadi apa negara kita dipimpin orang seperti Jokowi ?
 

Laba Laba Kota. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com